PEMBERIAN RESTITUSI KEPADA ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA
Abstract
Tujuan penulisan ini yaitu memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang mekanisme pelaksanaan restitusi kepada anak yang mengalami kejahatan berdasarkan PP Nomor 43 Tahun 2017. Selain itu, melalui penelitian juga bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana sebaiknya akibat hukum apabila pelaku kejahatan tidak melaksanakan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memberi restitusi kepada anak yang mengalami kejahatan diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2017. Atas dasar problematika dimaksud, maka metode penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Restitusi yang diberikan oleh pelaku kepada anak yang mengalami kejahatan diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2017. Pemohon yang mengajukan restitusi yaitu orang tua atau wali dari anak yang mengalami kejahatan. Pemohon mengajukan restitusi kepada pengadilan dalam bentuk tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang kemudian dibubuhi dengan meterai. Permohonan restitusi diajukan pada tahap penyidikan atau penuntutan. Kekosongan pengaturan tentang akibat hukum apabila anak yang mengalami kejahatan atau keluarganya tidak memperoleh restitusi dari pelaku, maka dapat diatasi melalui dua alternatif penyelesaian yang bersifat subsidiaritas. Jika anak yang mengalami kejahatan tidak memperoleh restitusi dari pelaku, maka penuntut umum selaku eksekutor putusan pengadilan inkrah diberikan kewenangan untuk merampas aset milik pelaku yang dipidana dan terhadap aset dimaksud dilelang guna melaksanakan restitusi. Jika hasil pelelangan dimaksud belum mampu menutupi pembayaran restitusi secara penuh, maka opsi terakhir yang dapat digunakan adalah pembayaran kompensasi oleh negara kepada anak yang mengalami kejahatan atau keluarganya. Kata Kunci: Restitusi, Anak, Korban Tindak Pidana ABSTRACT The purpose of this paper is to gain knowledge and understanding of the mechanism for implementing restitution for children who are victims of criminal acts based on Government Regulation Number 43 of 2017. In addition, through research also aims to find out and understand how the legal consequences should be if the perpetrators of criminal acts do not carry out or are unable to do so. providing restitution to children who are victims of criminal acts is regulated in PP Number 43 of 2017. Starting from the description of the background of the problem above, the research method relevant to this research is normative legal research. Restitution given by perpetrators to children who are victims of criminal acts is regulated in PP Number 43 of 2017. Applicants who apply for restitution are parents or guardians of children who are victims of criminal acts. This request for restitution is submitted in writing in the Indonesian language on stamped paper to the court. This application is submitted before the court's decision, namely at the stage of investigation or prosecution. The vacancy in the regulation regarding the legal consequences of not paying restitution by the perpetrator of a crime to a child victim of a crime or his family can be overcome through two alternative solutions that are subsidiarity in nature. If the perpetrator of the crime does not pay restitution to the child victim of a crime, the public prosecutor as the executor of the court decision that has obtained legal force is still given the authority to seize the assets belonging to the convict and the property is auctioned to fulfill the payment of restitution. If the results of the auction have not been able to cover the full restitution payment, then the last option that can be used is the payment of compensation by the state to the child victim of a crime or his family. Key Words: Restitution, Child, Crime Victim