Pengaturan Tentang Saksi Keluarga Pada Perkara Perceraian Akibat Perselisihan Secara Terus-Menerus
Abstract
This study aims to find out and briefly about the Arrangement of Family Witnesses in Divorce Cases Due to Continuous Disputes. This study uses normative legal methods. The arrangement of family witnesses in providing information in divorce cases due to continuous disputes, namely a conflict of norms between Article 22 paragraph (2) of the Marriage Regulation and Article 1910 of the Civil Code. Based on the principle of lex superior derogat legi inferiori in resolving the problem of conflicting norms between Article 22 paragraph (2) of the Marriage Regulation and Article 1910 of the Civil Code, the basis will be Article 1910 of the Civil Code, which determines that the family is considered incompetent in giving testimony in case. The legal consequences of divorce in Indonesia on property during marriage, if you pay attention to the explanation of Article 37 officially do not provide positive legal uniformity on how to divide joint property in the event of a divorce. Furthermore, the way of dividing joint property in the provisions of the law and submitting it to the law that lives in the community where the divorce and household are located. If we return to the explanation of Article 37, then the regulation has shown a description of how to divide joint property, namely "Divided the distribution based on religious law if the religious law is a living legal awareness in regulating divorce procedures.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami Pengaturan Tentang Saksi Keluarga Pada Perkara Perceraian Akibat Perselisihan Secara Terus Menerus. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif. Telah terjadi konflik norma pada pengaturan saksi keluarga dalam memberikan keterangan atau kesaksian pada proses perkara perceraian akibat perselisihan secara terus menerus yaitu, antara Pasal 22 ayat (2) PP Perkawinan dengan Pasal 1910 KUHPerdata. Betapa pentingnya kesaksian dari para saksi bagi suatu perkara, sehingga harus tercipta suatu kepastian hukum terkait hal tersebut. Berdasarkan Asas Preferensi Hukum, khususnya Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, Pasal 1910 KUHPerdata dijadikan dasar atau sebagai pedoman dan acuan, dimana Pasal 1910 KUHPerdata menentukan bahwa keluarga dianggap tidak cakap dalam memberikan kesaksianya dalam perkara perceraian, dalam makna lain bahwa keluarga dilarang untuk bersaksi dalam perkara perceraian yang memiliki hubungan sedarah dengan pihak yang berperkara. Akibat hukum daripada perceraian di Indonesia terhadap harta benda selama perkawinan, apabila merujuk pada Pasal 37 UU Perkawinan memang tidak ditemukan keseragaman hukum positif tentang bagaimana pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian. Maka, pembagian harta bersama setelah perceraian akan berpedoman dengan hukum yang hidup dan tumbuh di lingkungan masyarakat dimana perceraian dan rumah tangga tersebut berada. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dari penjelasan Pasal 37 UU yang pada intinya menyatakan bahwa, harta benda bersama setelah adanya perceraian, pembagiannya berpedoman pada aturan hukum agama jika hukum agama itu merupakan kesadaran hukum yang hidup dalam mengatur tata cara perceraian.
Downloads
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law of Journal) by Faculty of Law Udayana University is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.