Kewenangan BPK dan BPKP dalam Menentukan Kerugian Keuangan Negara pada Perkara Korupsi
Abstract
The purpose of this research is to describe the related authority possessed by the BPK and BPKP in determining state financial losses so that the judges who handle cases of corruption can use calculations from the institutions that have been mandated by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in determining state financial losses in order to achieve legal certainty. The dualism of institutions in determining state financial losses results in overlapping powers which have an impact on the credibility of these institutions. This certainly affects practice in the field, one of which is legal certainty that is not guaranteed in implementing law enforcement against corruption, it is very possible that every agency that calculates losses incurred by the state uses different calculation techniques, and in the end, the reports given are also different. so that it can affect the performance of law enforcement agencies in dealing with allegations of corruption. The author uses the normative legal method in this research, through two kinds of approaches, namely statutory and conceptual. The results showed that the BPK authority as an independent institution to measure and determine state losses, whether committed by individuals or legal entities, while the BPKP authority as an institution under the president has the duty to ensure that the management of government state finances in the sense of the executive is good, so that the panel of judges handling criminal acts of corruption uses calculations from the national institution, namely the BPK which is mandated by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk Menjabarkan terkait kewenangan yang dimiliki BPK dan BPKP dalam menentukan kerugian keuangan negara sehingga majelis hakim yang menangani kasus tindak pidana korupsi dapat menggunakan perhitungan dari Lembaga yang telah diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dalam menentukan kerugian keuangan negara agar tercapainya kepastian hukum. Dualisme institusi dalam menentukan kerugian keuangan negara menghasilkan kekuasaan yang tumpang tindih yang berdampak pada kredibilitas institusi ini. Hal ini tentu mempengaruhi praktek di lapangan, salah satunya kepastian hukum yang tidak terjamin dalam menerapkan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, sangat memungkinkan bahwa setiap lembaga yang menghitung kerugian yang ditimbulkan negara menggunakan teknik penghitungan tidak sama, dan pada akhirnya, laporan yang diberikan juga berbeda sehingga dapat mempengaruhi kinerja lembaga penegak hukum dalam menangani tuduhan korupsi. Metode hukum normatif digunakan penulis dalam riset ini, melalui dua macam pendekatan yaitu perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otoritas BPK selaku lembaga bersifat independen untuk mengukur dan menentukan kerugian negara baik yang dilakukan oleh seseorang ataupun badan hukum, sementara otoritas BPKP sebagai institusi yang berada di bawah presiden yang bertugas untuk memastikan bahwa pengelolaan keuangan negara pemerintah dalam arti eksekutif sudah baik, sehingga majelis hakim yang menangani tindak pidana korupsi menggunakan perhitungan dari Lembaga nasional yaitu BPK yang diberikan amanat dari UUD NRI 1945.
Downloads
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law of Journal) by Faculty of Law Udayana University is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.