INTERNALISASI KEARIFAN LOKAL BUDAYA HUKUM DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM LINGKUNGAN DI BALI
Abstract
Pembahasan budaya hukum untuk mengenal ciri-ciri, karena sifat konflik tidak konstan, budaya hukum mempelajari proses yang sedang berlangsung, berubah, atau mirip dengan pembangunan. Perubahan budaya hukum tidak hanya berdampak pada masyarakat modern tetapi juga masyarakat sederhana dan pedesaan, walaupun terjadinya perubahan tergantung pada keadaan, waktu serta tempat. Penelitian ini merupakan penelitian normative yaitu penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder belaka mengenai permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Jenis bahan hukum yang akan penulis gunakan adalah: A. Bahan hukum primer, yakni Peraturan Daerah Bali, Peraturan Gubernur Bali, Awig-awig, bahan hukum sekunder berupa data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan melakukan research terhadap buku-buku hukum; Pendapat pakar hukum dan akademisi; jurnal hukum. Kearifan lokal masyarakat Bali yang dikemas dalam beberapa aturan lokal guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan adalah Awig-awig, Perarem, dan Bhisama. Hakikat isi pokok dari Awig-awig, ialah; Sukerta Tata Agama yaitu jalinan manusia kepada Sang Penciptanya, Sukerta Tata Pakraman/Pawongan yaitu jalinan harmonisasinya kepada manusia, dan Sukerta Tata Palemahan yaitu jalinan harmonisnya dengan lingkungan serta seluruh makhluk yang hidup. Perarem didapatkan melalui musyawarah dan mufakat dalam rapat masyarakat adat. Desa adat biasanya mendasarkan prioritasnya pada penerbitan perarem. Artinya, topik-topik penting perarem yang harus dikerjakan sekarang diprioritaskan. Perarem, seperti Awig-awig, memiliki kekuatan untuk mengikat semua warga. Bhisama Kesucian Pura sebagai norma agama dikeluarkan oleh Parisada pusat tanggal 25 Januari 1994 adalah suatu produk untuk melanjutkan sistem keberagaman Hindu di Bali khususnya tentang lingkungan serta pendirian Pura Kahyangan Jagat. Potensi kearifan lokal di Bali dalam Pembangunan budaya hukum mewujudkan pelestarian lingkungan hidup ialah Hukum Karma Phala dengan pelestarian lingkungan hidup adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia tentu akan ada hasil yang ditimbulkan, begitupula dengan kelestarian lingkungan jika manusia menjaga serta melestarikan alamnya tentu kearifan lokal dalam pembangunan budaya hukum Mewujudkan pelestarian lingkungan hidup dapat terjaga dengan baik.
ABSTRACT
The purpose of discussing legal culture is to be able to recognize basic characteristics (attributes), in order to examine processes that continue or change or are in line with developments because the controversial nature is not always fixed. Changes in legal culture do not only apply among modern societies but also among simple societies or rural communities, although these changes do not occur equally quickly, depending on circumstances, time and place. This research is normative research, namely library legal research which is carried out by examining library materials or secondary data regarding legal issues that are the object of study. The types of legal materials that the author will use are: A. Primary legal materials, namely Bali Regional Regulations, Bali Governor Regulations, Awig-awig, secondary legal materials in the form of data obtained through library studies by conducting research on legal books; Opinions of legal experts and academics; law journal. The local wisdom of the Balinese people which is packaged in several local rules to realize sustainable development is Awig-awig, Perarem, and Bhisama. The essence of the main content of Awig-awig is; Sukerta Tata Agama is the connection between humans and their Creator, Sukerta Tata Pakraman/Pawongan is the connection between humans, and Sukerta Tata Paringan is the connection between harmony and the environment and all living creatures. Perarem is obtained through deliberation and consensus in indigenous community meetings. Traditional villages usually base their priorities on the issuance of perarem. This means that important perarem topics that must be worked on are now prioritized. Perarem, like Awig-awig, has the power to bind all citizens. Bhisama Pura Purity as a religious norm issued by the Central Parisada on January 25 1994 is a product to continue the Hindu diversity system in Bali, especially regarding the environment and the establishment of the Kahyangan Jagat Temple. The potential of local wisdom in Bali in the development of legal culture to realize environmental preservation is the Karma Phala Law with environmental preservation, namely that every action carried out by humans will certainly have results, as well as environmental sustainability if humans protect and preserve nature, of course local wisdom in development legal culture Realizing environmental preservation can be well maintained.