KEDUDUKAN SERIKAT PEKERJA/BURUH DALAM MELAKUKAN PERUNDINGAN PEMBENTUKAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA*
Abstract
Adanya Pasal 120 ayat (1) dan (2) Undang-Undang. Ketenagakerjaan dapat menghambat serikat pekerja/buruh dalam perwakilan perundingan kerja dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Eksistensi serikat pekerja/buruh setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi telah lebih mengefektifkan fungsi serikat pekerja dalam perwakilannya untuk melakukan perundingan membentuk Perjanjian Kerja Bersama. Tujuan ditulisnya jurnal ini adalah untuk lebih memahami eksistensi serikat pekerja/.buruh dalam melakukan perundingan membentuk perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009. Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Metode penelitian hukum normatif mempergunakan sumber bahan hukum berupa bahan hukum primer yaitu bahan hukum mengikat seperti UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahan hukum sekunder berupa literatur serta hasil karya ilmiah yang menunjang penelitian ini, dan bahan hukum tersier berupa ensiklopedia, kamus, dan sebagainya. Hasil kajian dari penelitian ini bahwa dikabulkannya tuntutan pemohon untuk membentuk Perjanjian Kerja Bersama yang menentukan jumlah keanggotaan nya kurang dari 50% dapat lebih menjamin hak dan kepentingan seluruh pekerja.
Kata Kunci: Serikat Pekerja/Buruh, Perwakilan, Pengusaha, Perjanjian Kerja Bersama