TINDAK PIDANA PENYERANGAN MARTABAT PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM PERSPEKTIF NEGARA INTEGRALISTIK
Abstract
Karya ilmiah ini ditulis untuk memberikan ulasan mengenai urgensi Tindak Pidana Penyerangan Martabat Presiden dan/atau Wakil presiden tetap dipertahankan dalam KUHP serta analisis mengenai landasan sosio-filosofisnya ditinjau berdasarkan pemikiran negara integralistik yang dikemukakan oleh Soepomo. Karya ilmiah ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif serta pendekatan perundang-undangan dan pendekatan filsafat. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Tindak Pidana Penyerangan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden berkaitan dengan pemikiran Soepomo tentang paham negara integralistik yang dikemukakan dalam pidatonya di sidang BPUPKI. Pengaturan tentang Tindak Pidana Penyerangan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden dimunculkan kembali dalam KUHP karena sesuai dengan corak masyarakat Indonesia yang berasas kekeluargaan, dimana jika pemimpin atau presidennya dihina, maka masyarakat akan mencela perbuatan tersebut. Masyarakat Indonesia memandang bahwa kepala negara merupakan personifikasi daripada negaranya sendiri. Namun dalam perkembangan Indonesia sebagai negara demokrasi maka pasal penghinaan Presiden dalam KUHP diubah formulasi pasalnya dengan perubahan yang sebelumnya delik biasa menjadi delik aduan serta terdapat juga pembedaan pengertian antara penghinaan atau penyerangan martabat dengan kritik terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi yang masif kepada aparat penegak hukum terkait pasal-pasal tersebut agar tidak justru digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat ketika menggunakan hak kebebasan berekspresi dan berpendapatnya yang sejatinya dilindungi oleh konstitusi.
ABSTRACT
This scientific paper is written to provide an overview of the urgency of the Crime of Assaulting the Dignity of the President and/or Vice President to be maintained in the Criminal Code as well as an analysis of its socio-philosophical basis based on the idea of Integralistic State proposed by Prof Soepomo. This scientific paper was written using normative legal research methods with a statutory and philosophical approach. This study shows that the criminal act of attacking the dignity of the President and/or Vice President is related to Soepomo's thoughts about the concept of an integralistic state put forward in his speech at the BPUPKI session. The Crime of Assaulting the Dignity of the President and Vice President is maintained in the Criminal Code because of the family spirit of the Indonesian people, where if the head of state is attacked or insulted, the community will not be able to accept this or reproach him. Indonesian people view that the head of state is a personification of their own country. However, in the development of Indonesia as a democratic country, of the crime of assaulting the dignity of the President and/or Vice President in the Criminal Code has changed the article formulation. Previously, ordinary offenses became complaint offenses and there was also a difference in understanding between insulting and criticizing the President and/or Vice President. So that massive socialization is needed to law enforcement officials regarding the criminal act of assaulting the dignity of the President and Vice President in the new Criminal Code so that this article does not criminalize the public when exercising their right to freedom of expression and opinion which is actually protected by the constitution.