Kedudukan Putusan Mahkamah Konstitusi dan Perlindungan Hak Konstitusional Penghayat Kepercayaan
Abstract
This study is a normative legal research which aims at discovering answers of two fundamental questions, namely, first, how is the status of the decisions of the Indonesia’s Constitutional Court according to the country’s constitutional system; secondly, what legal remedies may be pursued by the Indonesian citizens who are followers of indigenous beliefs whose constitutional rights to embrace such beliefs remain infringed despite there has been the decision of the Indonesia’s Constitutional Court Number 97/PUU-XIV/2016 which confirms the constitutional guarantee of such beliefs. With respect to the first issue, the study found that the status of the Court’s decision was equal to Law because it was the product of a negative legislator. In addition, because the Court was also the interpreter of the Constitution (UUD 1945), then its decision was the Court’s constitutional interpretation concerning the issue at hand. As to the second issue, the study found that the followers of indigenous beliefs could file several legal remedies, namely citizen suit; class action; individual law suit; and submitting a formal complaint to the president, as the highest chief administrative officer, asking the president to reprimand its subordinates and to instruct them to observe the Court decision.
Kajian ini adalah sebuah penelitian hukum normatif yang bermaksud menemukan jawaban atas dua pertanyaan mendasar yaitu, pertama, bagaimana kedudukan dari putusan Mahkamah Konstitusi menurut sistem ketatanegaraan Indonesia; kedua, jalan hukum apa yang dapat ditempuh oleh warga negara Indonesia penghayat kepercayaan yang hak konstitusionalnya untuk menganut keyakinan tersebut tetap dirugikan meskipun telah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang menegaskan jaminan konstitusi terhadap hak tersebut. Terhadap isu pertama, kajian ini menemukan jawaban bahwa kedudukan putusan Mahkamah Konstitusi adalah setara dengan undang-undang karena merupakan produk dari negative legislator. Sebagai tambahan, oleh karena Mahkamah Konstitusi juga merupakan penafsir Konstitusi (UUD 1945), maka putusannya adalah penafsiran konstitusional Mahkamah terhadap masalah yang sedang ditanganinya. Terhadap isu kedua, kajian ini menemukan jawaban bahwa penghayat kepercayaan dapat mengajukan beberapa upaya hukum, yaitu gugatan warga negara, gugatan kelompok, gugatan individual, dan membuat pengaduan resmi kepada presiden, selaku kepala pemerintahan tertinggi, dan meminta agar presiden memperingatkan bawahannya serta memerintahkan mereka untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi.
Downloads
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law of Journal) by Faculty of Law Udayana University is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.