PENAFSIRAN ORIGINAL INTENT DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG RENCANA PENYELENGGARAAN PEMILU DAN PILKADA SECARA SERENTAK
Abstract
Studi ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisis terkait metode original intent dalam pengujian undang-undang terhadap konstitusi serta penerapan original intent dengan penafsiran Pasal 18 dan Pasal 22E UUD NRI 1945 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Rencana Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada secara Serentak. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil studi ini menjelaskan bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Rencana Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada secara Serentak metode penafsiran original intent kurang tepat digunakan mengingat , namun jika putusan terkait dengan masalah kedaulatan atau dalam konteks negara kesatuan maka metode penafsiran original intent memang tepat digunakan. Hal ini karena secara hukum memang pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak tidak dilarang, namun pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-Xi/2013 menjadi kabur, bahwa memang harus dilaksanakan secara serentak. Namun yang paling penting adalah melihat secara empiris mengenai keuntungan dan kerugian apabila Pemilu dan Pilkada dilakukan secara serentak dan tidak serentak. Jika melihat bahwa adanya fakta mengenai banyaknya Kepala Daerah yang selesai masa jabatan pada tahun 2022 dan 2023, sehingga Pilkada tetap dilaksanakan pada 2024 maka disini hakim mengabaikan konsekuensi politik terhadap putusan.
ABSTRACT
This study aims to find out and analyze the original intent method in reviewing laws against the constitution and the application of the original intent with the interpretation of Article 18 and Article 22E of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in the Constitutional Court Decision Number 14/PUU-XI/2013 concerning Plans for Elections and Pilkada simultaneously. This study uses normative legal research methods with statutory and conceptual approaches. The results of this study explain that in the Decision of the Constitutional Court Number 14/PUU-XI/2013 concerning Plans to Hold Simultaneous Elections and Pilkada, the method of interpreting the original intent is not appropriate considering that, however, if the decision is related to issues of sovereignty or in the context of a unitary state, the method interpretation of the original intent is appropriate to use. This is because legally it is true that simultaneous elections and local elections are not prohibited, but after the Constitutional Court Decision Number 14/PUU-Xi/2013 it became unclear, that indeed they must be carried out simultaneously. However, the most important thing is to look empirically at the advantages and disadvantages if the General Election and Pilkada are held simultaneously and not simultaneously. If you see that there are facts regarding the number of Regional Heads who have finished their terms of office in 2022 and 2023, so that the Pilkada will still be held in 2024, then here the judge ignores the political consequences of the decision.