Laporan Kasus: Penanganan Skabiosis pada Kucing Domestik Hasil Rescue dengan Kombinasi Obat Eprinomectin, Fipronil, Methoprene, dan Praziquantel
Abstract
Kucing adalah hewan peliharaan yang banyak ditemukan di rumah tangga, tetapi peningkatan populasi kucing dapat memperburuk penyebaran penyakit zoonosis seperti skabiosis atau kudis yang disebabkan oleh tungau Notoedres cati. Skabiosis adalah penyakit kulit yang sangat menular, menyerang kucing dari berbagai usia, ras, dan jenis kelamin dengan anak kucing sebagai kelompok yang paling rentan. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung atau lingkungan yang tercemar tungau. Gejala umum skabiosis pada kucing meliputi kerontokan rambut, luka, eritema, dan pruritus. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan kulit yang menunjukkan adanya tungau Notoedres cati. Pengobatan skabiosis umumnya dilakukan dengan ivermectin, tetapi obat alternatif seperti spot on yang mengandung fipronil, methoprene, eprinomectin, dan praziquantel juga dapat digunakan. Laporan kasus ini bertujuan untuk melaporkan pengobatan skabiosis dengan obat alternatif selain ivermectin menggunakan teknik spot on yang mengandung fipronil, methoprene, eprinomectin, dan praziquantel. Seekor kucing domestik bernama Mocha diperiksa di Klinik Hewan Sahabat Satwa Celebes, Makassar. Kucing kasus menunjukkan gejala sering menggaruk dan lemas, pemeriksaan klinis menunjukkan hiperkeratosis pada telinga, serta luka dan alopesia pada ekstremitas dan ekor. Gejala pruritus terlihat jelas pada area telinga dan tubuh. Pemeriksaan skin scraping di bawah mikroskop mengidentifikasi adanya tungau Notoedres cati sehingga kucing kasus didiagnosis mengalami skabiosis. Pengobatan dilakukan dengan eprinomectin yang mengandung empat zat aktif, yaitu fipronil 74,7 mg, methoprene 900 mg, eprinomectin 3,60 mg, dan praziquantel 74,7 mg. Namun, setelah tiga hari pengobatan, kucing mengalami kejang dan akhirnya mati.