KEWENANGAN PENGAJUAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI JIWA
Abstract
Terjadinya suatu kepailitan terhadap Perusahaan Asuransi Jiwa menyebabkan dilimpahkannya kewenangan lembaga tertentu untuk dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga yang berwenang. Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh lembaga yang telah diatur kewenangannya di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, tidak hanya satu lembaga saja yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit yakni Menteri Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Masing-masing kewenangan lembaga tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian. Hal ini menyebabkan kedua lembaga tersebut dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga terhadap Perusahaan Asuransi Jiwa. Sehingga dapat menimbulkan terjadinya konflik maupun dualisme kewenangan yang berakibat pada ketidakpastian hukum dalam masyarakat. Adapun tujuan dibuatnya karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui Kewenangan Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Perusahaan Asuransi Jiwa. Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah penelitian normatif atau disebut dengan penelitian kepustakaan. Hasil analisa, pelimpahan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada lebih dari 1 (satu) lembaga yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit menyebabkan terjadinya tumpang tindih kewenangan. Sehingga lembaga negara yang berwenang perlu melakukan revisi terhadap undang-undang yang telah berlaku agar memberikan kewenangan secara mutlak kepada 1 (satu) lembaga saja yakni kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi Jiwa, serta kepastian hukum di masyarakat dapat tercapai.
Kata kunci: Tumpang Tindih, Lembaga/Instansi, Kepastian Hukum.