Laporan Kasus: Penanganan Koinfeksi Ctenocephalides sp., Sarcoptes scabiei, dan Toxocara sp. pada Kucing Peranakan
Abstract
Ctenocephalides sp. dan Sarcoptes scabiei merupakan ektoparasit yang dapat menyerang kulit kucing ditandai dengan gatal, kemerahan pada kulit, dan alopesia pada area gigitan dan dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan hewan lain ataupun dari lingkungan sekitar, sedangkan Toxocara sp. merupakan endoparasit nematoda penyebab penyakit toxocariasis. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi larva T. canis pada anjing dan T. cati pada kucing yang juga dapat ditemukan pada hewan dan manusia di seluruh dunia. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk melaporkan kejadian infeksi ganda (koinfeksi) yang disebabkan ektoparasit dan endoparasit pada seekor kucing peranakan, serta untuk menambah referensi dalam penanganan pada kejadian serupa. Seekor kucing peranakan jantan dengan keluhan mengalami gatal yang ditandai dengan menggaruk bagian telinga, tengkuk, dan dagu sejak satu bulan terakhir serta mengalami permasalahan pada pencernaan yang ditandai dengan diare. Pemeriksaan fisik menemukan adanya lesi alopesia, krusta, eritema, pinjal Ctenocephalides sp. pada kulit, dan konsistensi feses seperti pasta berwarna kuning. Hasil pemeriksaan penunjang berupa superficial skin scraping dan acetate tape preparation ditemukan adanya ektoparasit S. scabiei. Pemeriksaan trichogram ditemukan adanya patahan rambut irregular. Pemeriksaan feses metode natif ditemukan adanya telur cacing nematoda Toxocara sp.. Pemeriksaan hematologi rutin menemukan adanya anemia mikrositik normokromik. Berdasarkan temuan tersebut maka kucing didiagnosis mengalami koinfeksi parasit Ctenocephalides sp., S. scabiei, dan Toxocara sp.. Penanganan yang diberikan berupa obat kutu spot-on yang mengandung selamectin dan sarolaner secara topikal yang diberikan satu kali dalam 28 hari, obat pereda alergi berupa cetirizine 5 mg/ekor selama 5 hari PO, dan multivitamin. Berdasarkan pengamatan selama 28 hari, kondisi kucing mengalami perbaikan secara klinis yang ditunjukkan dengan hilangnya krusta dan kemerahan pada kulit, hilangnya respons menggaruk, serta tumbuhnya rambut pada area yang mengalami alopesia.