PERLUASAN STATUS KORBAN TERKAIT TINDAK PIDANA PENIPUAN PADA UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Abstract
Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan analisis tentang pengaturan terkait tindak pidana penipuan berdasarkan hukum positif di Indonesia serta agar memahami pengaturan perluasan status korban terkait tindak pidana penipuan dalam undang-undang informasi teknologi dan elektronik (UU ITE). Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini ialah metode hukum yuridis-normatif, berpendekatan perundang-undangan untuk dapat melakukan pembahasan masalah hukum pada jurnal ini. Hasil pada penulisan ini didapatkan bahwa Pengaturan terkait tindak pidana penipuan berdasarkan hukum positif di Indonesia pada dasarnya telah diatur secara khusus pada Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, kedua Pasal tersebut melakukan pengaturan terkait hal yang berlainan. Pada Pasal 378 KUHP melakukan pengaturan terkait Penipuan, sementara Pasal 28(1) UU ITE melakukan pengaturan terkait berita bohong yang menimbulkan ruginya konsumen pada transaksi elektronik. Sehingga pelaku penipuan bisa dikenai Pasal 378 KUHP, namun bisa pula dikenai dengan Pasal 28(1) UU ITE jika TPP dilaksanakan secara online. Selanjutnya terkait pengaturan perluasan status korban terkait TPP pada UU ITE, maka perlu dilakukan revisi Pasal 28(1) UU ITE di masa yang akan datang adalah dengan cara menghilangkan frasa “konsumen” atau mengganti frasa yang bisa menjangkau kepada seluruh pelaku TPP ke Pasal TPP di masa yang akan datang agar pasal tersebut bisa menjangkau sampai pada sarana atau alat yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan suatu TPP dalam transaksi elektronik sehingga penegakan hukum dapat lebih komprehensif.
ABSTRACT
The aim of this study is to analyse the regulation of criminal fraud based on positive law in Indonesia and to understand the regulation of the expansion of victim status related to criminal fraud in the electronic and information technology law (ITE Law). The research method used in this writing is the juridical-normative legal method, with a statutory approach to be able to discuss legal issues in this article. The results of this study found that the regulation related to the crime of fraud based on positive law in Indonesia has basically been regulated specifically in Article 378 of the Criminal Code and Article 28 paragraph (1) of the ITE Law. However, the two articles regulate different matters. Article 378 of the Criminal Code regulates fraud, while Article 28(1) of the ITE Law regulates false news that causes harm to consumers in electronic transactions. Therefore, the perpetrator of fraud can be charged with Article 378 of the Criminal Code, but may also be charged with Article 28(1) of the ITE Law if the criminal act of fraud is carried out online. Furthermore, related to the regulation of the expansion of victim status related to criminal fraud in the ITE Law, it is necessary to revise Article 28 (1) of the ITE Law in the future by eliminating the phrase "consumer" or replacing phrases that can reach all perpetrators of criminal fraud to the future criminal fraud article so that the article can reach the means or tools used by the perpetrator to commit a criminal act of fraud in electronic transactions with the aim that law enforcement will be more comprehensive.