IMPLEMENTASI PASAL 8 AYAT (1) UNDANG – UNDANG KEKUASAAN KEHAKIMAN, TERKAIT TERSANGKA YANG WAJIB DIANGGAP TIDAK BERSALAH DI POLRESTA DENPASAR
Abstract
Negara Indonesia sangat menjujung tinggi Hak Asasi Manusia serta semua warga Negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di kehadapan hukum tanpa pengecualian. Biarpun orang tersebut telah diduga ikut serta dan sebagai pelaku tindak pidana dengan diperolehnya alat bukti permulaan, sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka orang yang telah diduga sebagai pelaku tindak pidana tersebut wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memiliki kekuatan hukum tetap. Kebijakan dilapangan yang dilakukan oleh kepolisian jika dihubungkan dengan asas praduga tak bersalah maka dapat memunculkan permasalahan, yaitu bagaimana proses penerapan Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman, terkait dengan tersangka yang dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ditingkat penyidikan di Polresta Denpasar serta apa saja faktor penghambat ditingkat penyidikan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukanlah suatu penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum empiris, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan observasi guna dapat melihat hukum dalam artian yang nyata atau dengan langsung melakukan penelitian turun ke lapangan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Kebijakan dilapangan yang dilakukan oleh kepolisian dapat dikatakan bertentangan dengan asas praduga tak bersalah, dikarenakan polisi telah melakukan konferensi pers terhadap para tersangka narkotika yang belum memiliki kekuatan hukum tetap, karena tersangka masih dalam proses penyidikan. Adapun faktor penghambat, yaitu terjadinya pertentangan antara kebijakan kepolisian dengan undang – undang yang berlaku.
ABSTRACT
The State of Indonesia is highly upholding Human Rights and all Indonesian citizens have the same position before the law without exception. Even if the person has been suspected of participating and as a criminal offense by obtaining the initial evidence, in accordance with Article 8 paragraph (1) of Law no. 48 of 2009 concerning Judicial Power, then the person who has been suspected as the perpetrator of the crime must be presumed innocent before a court decision which states his guilt and has permanent legal force. The policy in the field carried out by the police if related to the principle of presumption of innocence can raise problems, namely how the process of applying Article 8 paragraph (1) of the Judicial Power Act, related to suspects considered innocent until there is a court decision with permanent legal force, at the investigation level at Denpasar Police and what are inhibiting factors at the investigation level. To answer these questions, a study was conducted. This type of research used in this study is empirical legal research, which is a method carried out by observation in order to be able to see the law in the real sense or by directly carrying out research into the field. Based on the results of research conducted, it can be concluded that the policy in the field conducted by the police can be said to be contrary to the principle of presumption of innocence, because the police have conducted a press conference on narcotics suspects who do not have permanent legal force, because the suspect is still under investigation. The inhibiting factors, namely the conflict between police policy and applicable laws.