TINJAUAN YURIDIS KEKUATAN CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE DALAM PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Riset ini tujuannya untuk menilai keandalan alat bukti tidak langsung dalam menetapkan dakwaan tindak pidana korupsi. Dengan mengacu pada sumber-sumber primer seperti Undang-Undang Acara Pidana No. 8 Tahun 1981 dan sumber-sumber sekunder seperti literatur hukum yang relevan, riset ini mempergunakan metodologi penelitian hukum normatif untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil riset menunjukan bahwa alat bukti tidak langsung (circumstantial evidence) belum ditemukan secara nyata pengaturannya dalam hukum positif Indonesia. Apabila dipergunakan untuk membuktikan perkara delik korupsi kekuatannya hanya sebagai penguat alat bukti yang valid untuk meyakinkan hakim sehingga tidak dapat berdiri sendiri. Sehingga penting sekiranya untuk diatur lebih lanjut mengenai alat bukti tidak langsung sebagai tambahan pada alat bukti mengingat alat bukti tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk mengungkap situasi dengan beban pembuktian yang sulit, termasuk dalam delik korupsi.
This study aims to assess the reliability of circumstantial evidence in establishing corruption charges. By drawing on primary sources like Criminal Procedure Law No. 8 of 1981 and secondary sources like pertinent legal literature, this study employs a normative legal research methodology to answer the research questions. The research findings that the regulation of circumstantial evidence has not yet been clearly established in Indonesia’s positive law. When used to prove a corruption offense, its strength is merely to reinforce valid evidence in persuading the judge, and it cannot stand on its own. Therefore, it is important to further regulate circumstantial evidence as an additional form of evidence, given that circumstantial evidence can be utilized to uncover situations with difficult burdens of proof, including in corruption cases.