LEGALITAS PENGGUNAAN ALAT TUKAR SELAIN UANG DI INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN ASAS KESEIMBANGAN
Abstract
Tujuan artikel ini untuk memahami mengenai kaitan asas keseimbangan dan penggunaan alat tukar selain uang apabila dilihat dari perspektif UU Mata Uang dan UU Perlindungan Konsumen. Metode penelitian hukum normatif merupakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini yang kemudian dielaborasikan bersama pendekatan perundang-undangan serta pendekatan komparatif. Hasil studi menunjukan bahwa penggunaan alat tukar selain uang merupakan hal yang tidak sah karena Mata Uang Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pasal 2 UU Mata Uang adalah Rupiah. Rupiah terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah logam yang disimbolkan dengan Rp. Selain itu, penggunaan alat tukar selain uang dalam halnya kembalian konsumen saat bertransaksi merupakan pencederaan terhadap asas keseimbangan yang merupakan landasan bagi perlindungan konsumen itu sendiri. Kewajiban pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak secara gamblang menyebutkan bahwa pelaku usaha wajib memberikan kembalian senilai rupiah bukan permen maupun donasi. Namun, pada dasarnya pemberian kembalian berupa alat tukar selain uang sah-sah saja, sepanjang konsumen menyetujuinya, meskipun demikian pelaku usaha tetap harus menghormati hak-hak konsumen juga tunduk pada hukum yang telah berlaku yaitu Undang-Undang Mata Uang, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Bank Indonesia serta peraturan terkait lainnya.
The purpose of this article is to understand the relationship between the principle of balance and the use of means of exchange other than money when viewed from the perspective of the Currency Law and the Consumer Protection Law. The normative legal research method is the research method used in writing this article which is then elaborated together with a statutory approach and a comparative approach. The results of the study show that the use of a medium of exchange other than money is illegal because the currency of the Unitary State of the Republic of Indonesia based on Article 2 of the Currency Law is the Rupiah. The Rupiah consists of paper Rupiah and metal Rupiah which is symbolized by Rp. In addition, the use of a medium of exchange other than money in the case of consumer returns when making transactions constitutes a violation of the principle of balance which is the basis for consumer protection itself. The obligations of business actors as regulated in Article 7 of the Consumer Protection Law do not clearly state that business actors are obliged to give change worth rupiah, not candy or donations. However, basically giving change in the form of a medium of exchange other than money is fine, as long as the consumer agrees, however, business actors must still respect consumer rights and comply with applicable laws, namely the Currency Law, the Consumer Protection Law. and the Bank Indonesia Law and other related regulations.