Konflik Norma Delik Suap dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi serta Pengaruhnya dalam Penyusunan Dakwaan
Abstract
The crime of bribery is regulated in several articles in Law Number 31 of 1999 as amended by Law 20 of 2001. This research aims to understand the differences in bribery crimes, in particular, between Article 5 paragraph (2) and Article 12B. This research uses a normative method, namely analyzing criminal provisions in the law and then analyzing the application of these criminal provisions in preparing indictments. After comparing one bribery criminal provision with another bribery criminal provision, it was found that there were overlapping and duplicated criminal provisions. Furthermore, the choice of bribery criminal provisions in preparing the indictment shows that there is the potential for unfair treatment between one defendant and another due to the existence of overlapping and duplicate criminal provisions. The author examines the formulation of the charges in two corruption cases, namely the case of Defendant Angelina Sondakh and the case of I Wayan Candra. For the type of alternative charges, the judge has an important role in determining which charges will be considered in accordance with the legal facts revealed in court, however, the application of criminal provisions must be truly in accordance with the actions committed by the defendant and the formulation of the crime, so that there is no disparity that is too sharp in the preparation of the charges, especially between one bribery crime and another, and provide legal certainty for the Defendant, especially for the sake of defense. In addition, overlapping and duplicated criminal provisions should be changed so that they are not misused in their application.
Tindak pidana penyuapan diatur dalam beberapa Pasal di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang merupakan perubahan dari Undang-Uncang nomor 31 Tahun 1999. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perbedaan tindak pidana suap, khususnya, antara pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12B. Penelitian ini menggunakan metode normatif, yakni menganalisis ketentuan pidana dalam undang-undang kemudian menganalisa penerapan ketentuan pidana tersebut dalam penyusunan dakwaan. Setelah dilakukan perbandingan antara satu ketentuan pidana suap dengan ketentuan pidana suap lainnya, ditemukan adanya ketentuan pidana yang tumpang tindih dan terduplikasi. Selanjutnya, pemilihan ketentuan pidana suap dalam penyusunan dakwaan menunjukkan bahwa terdapat potensi perlakuan yang tidak adil antara satu terdakwa dengan terdakwa lainnya dikarenakan adanya ketentuan pidana yang tumpeng tindih dan terduplikasi tersebut. Penulis meneliti formulasi dakwaan dua perkara korupsi yakni perkara dengan Terdakwa Angelina Sondakh dan perkara I Wayan Candra. Untuk jenis dakwaan alternatif, hakim memiliki peran penting dalam menentukan dakwaan mana yang akan dipertimbangkan sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, namun demikian penerapan ketentuan pidana harus benar-benar sesuai antara perbuatan yang dilakukan terdakwa dengan rumusan delik, sehingga tidak terjadi disparitas yang terlalu tajam dalam penyusunan dakwaan khususnya antara tindak pidana suap yang satu dengan yang lainnya, dan memberikan kepastian hukum bagi Terdakwa terutama untuk kepentingan pembelaan. Selain itu, ketentuan-ketentuan pidana yang tumpang tindih dan terduplikasi seharusnya diubah agar tidak disalahgunakan dalam penerapannya.
Downloads

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law of Journal) by Faculty of Law Udayana University is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.