UPAYA PENEGAKAN HUKUM DALAM MENYIKAPI PETISI KEBISINGAN SUARA DI KAWASAN CANGGU
Abstract
Potensi pariwisata Badung kini kian meningkat pasca Pandemi Covid-19. Para pelaku wisata hiburan seperti bar, cafe, dan beach club terkhusus di Kawasan Canggu mulai meningkatkan kuantitas jumlah usaha dan kualitas pelayanan terhadap wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Akan tetapi pada faktanya pasca beroperasi, industri pariwisata di Kawasan Canggu tersebut menimbulkan kebisingan yang merugikan terhadap masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Situasi tersebut menyebabkan munculnya petisi terhadap kebisingan suara di Canggu. Melalui penjabaran singkat persoalan tersebut, pada tulisan artikel ini secara langsung akan dibahas dengan komprehensif yakni sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pengaturan mengenai tingkat baku kebisingan suara? dan (2) Bagaimanakah upaya dari Pemerintah Kabupaten Badung dalam menangani kasus kebisingan suara di Kawasan Canggu?. Sehingga dalam hal pemecahan dan pembahasan persoalan tersebut, diimplementasikan melalui metode penelitian hukum normatif. Terkait dengan pembahasan persoalan tersebut, maka dapat ditarik sebuah benang merah pembahasan sebagai berikut: (1) Pengaturan mengenai tingkat kebisingan suara telah diatur pada KepmenLH Baku Tingkat Kebisingan dan Pergub Bali Nomor 16 Tahun 2016 dan (2) Upaya Pemerintah Kabupaten Badung untuk mewujudkan aspek ketertiban umum dan ketentraman pada ranah masyarakat dari kebisingan suara yakni, dengan melakukan sosialisasi dan monitoring secara berkala agar pelanggaran serupa tidak terulangi kembali berdasarkan ketentuan yang ada. Berkaitan hal tersebut, diharapkan penelitian ini dapat menguraikan persoalan terkini dikalangan masyarakat Badung khususnya di Canggu, serta turut berupaya menemukan penyelesaian yang terbaik demi kesejahteraan masyarakat dan berjalannya kegiatan pariwisata dengan baik di Kabupaten Badung.
ABSTRACT
Badung’s tourism potential is now increasing after the Covid-19 Pandemic. Entertainment tourism actors such as bars, cafes, and beach clubs, especially in the Canggu area, are starting to increase the quantity, the number of businesses, and the quality of service to both local and foreign tourists. However, operating the tourism industry in the Canggu area causes noise that is detrimental to the people who live in the area. This situation led to a petition against noise in Canggu. Through a brief elaboration of these issues, in writing this article will be directly discussed comprehensively, namely as follows: (1) What is the regulation regarding the standard level of sound noise? And (2) How are the efforts of the Badung Regency Government in dealing with noise cases in the Canggu Area? That in terms of solving and discussing these issues, it is implemented through normative legal research methods. Related to the discussion of the issue, the following discussion thread can be drawn: (1) Regulations regarding noise levels have been regulated in the Noises Level Ministerial Decree and Bali Governor Regulation Number 16th of 2016, and (2) The efforts of the Badung Regency Government to realize aspects of public order and peace in the community realm from noise namely, by conducting socialization and regular monitoring so that similar violations do not recur based on existing provisions. In this regard, it is hoped that this research will be able to describe the current problems among the Badung community, especially in Canggu, and also try to find the best solution for the welfare of the community and the proper running of tourism activities in Badung Regency