PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM DEMI KEADILAN DALAM KEWENANGAN KEJAKSAAN MENANGANI KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

  • Agung Satriadi Putra Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana
  • Diah Ratna Sari Hariyanto Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kewenangan kejaksaan sebagai penyelidik dan penyidik tindak pidana korupsi serta untuk menganalisis kewenangan kejaksaan melakukan penyelidikan dan penyidikan dikaitkan dengan UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode penelitian yuridis normatif dan dari hasil penelitian ini ditemukan adanya kekaburan norma dalam UUD 1945 yang tidak secara tegas, lugas dan eksplisit memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk menangani kasus tindak pidana korupsi maupun sebagai penuntut umum. Dari penelitian ini, terdapat tumpang tindih, dominasi, dan duplikasi kewenangan antara Kejaksaan dan Kepolisian. Selain itu, UUD 1945 juga tidak memberikan atribusi langsung untuk Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi. Pemberian kewenangan kepada kejaksaan sebagai penyidik dalam kasus korupsi juga melanggar kepastian hukum atas penyelenggaraan kewenangan. Kejaksaan diatur dalam UU No. Pada tahun 2006, kejaksaan diberikan kewenangan sebagai Penuntut Umum. Namun, dalam penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor : 16 tahun 2006, kejaksaan juga diberikan kewenangan sebagai penyidik dalam kasus korupsi. Hal ini menyebabkan benturan kewenangan antara Kepolisian dan kejaksaan yang sering terjadi dalam penanganan kasus korupsi. Terdapat duplikasi dan benturan kewenangan dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara serta menetapkan kerugian negara oleh BPK dan BPKP.


The purpose of this research is to identify the authority of the prosecutor's office as an investigator and investigator of corruption crimes and to analyze the authority of the prosecutor's office to conduct investigations and investigations in relation to Law No. 15 of 2004 concerning Examination of State Financial Management and Responsibility. the method of approach used in this research is normative juridical research method and from the results of this research it is found that there is a blurring of norms in the 1945 Constitution which does not explicitly, straightforwardly and explicitly give authority to the Prosecutor's Office to handle corruption cases or as a public prosecutor. From this research, there is overlap, domination, and duplication of authority between the Attorney General's Office and the Police. In addition, the 1945 Constitution also does not provide direct attribution to the AGO in handling corruption cases. The granting of authority to the AGO as an investigator in corruption cases also violates legal certainty over the exercise of authority. In 2006, the AGO was given the authority as a public prosecutor. However, in the explanation of Article 30 of Law Number: 16 of 2006, the prosecutor's office is also given the authority as an investigator in corruption cases. This causes a clash of authority between the Police and the prosecutor's office which often occurs in handling corruption cases. There is duplication and conflict of authority in conducting supervision and examination of state finances and determining state losses by BPK and BPKP.

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2024-01-31
How to Cite
PUTRA, Agung Satriadi; SARI HARIYANTO, Diah Ratna. PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM DEMI KEADILAN DALAM KEWENANGAN KEJAKSAAN MENANGANI KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, [S.l.], v. 12, n. 6, p. 1329-1350, jan. 2024. ISSN 2303-0569. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/112105>. Date accessed: 21 nov. 2024. doi: https://doi.org/10.24843/KS.2024.v12.i06.p22.
Section
Articles