KUALIFIKASI LAYANAN SEKSUAL SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI DAN SUAP DALAM PERSPEKTIF PENAFSIRAN
Abstract
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah layanan seksual dapat dikualifikasikan sebagai gratifikasi dan suap. Serta apakah penyedia layanan seksual (pekerja seks) dalam kaitannya dengan gratifikasi dan suap dapat menjadi korban berdasarkan tipologi korban. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktriner dan menggunakan pendekatan “undang-undang” dan pendekatan “konsep”. Hasil penelitian menunjukan bahwa layanan seksual dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana gratifikasi dan suap dengan menggunakan penafsiran ekstensif dan penafsiran komparatif. Penafsiran ekstensif merupakan penafsiran yang dapat memperluas makna dari suatu pasal, sehingga dengan penafsiran ekstensif pemberian layanan seksual dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana gratifikasi dan suap. Penafsiran komparatif juga dapat memberikan jalan keluar dalam mengkualifikasikan layanan seksual sebagai tindak pidana gratifikasi dan suap, yaitu dengan membandingkan antara sistem hukum di negara lain yang sedang melakukan pemberantasan terhadap layanan seksual dalam bentuk gratifikasi dan suap seperti Cina, Malaysia, India dan Singapura. Selanjutnya mengenai penyedia layanan seksual dalam tindak pidana gratifikasi tidak dapat disebut sebagai korban berdasarkan tipologi korban. Hal ini berlaku selama penyedia layanan seksual tersebut tidak memperoleh kerugian dari perbuatannya. Kata Kunci: Layanan Seksual, Gratifikasi, Suap, Penafsiran, Tipologi Korban. ABSTRACT The purpose of this study is to find out whether sexual services can be qualified as gratuities and bribes. And whether sexual service providers (prostitute) in relation to gratification and bribery can become victims based on the typology of victims. This research uses doctrinal research methods and uses a “legal” approach and a “concept” approach. The results of the study show that sexual services can be qualified as criminal acts of gratification and bribery by using extensive interpretation and comparative interpretation. Extensive interpretation is an interpretation that can expand the meaning of an article, so that with an extensive interpretation the provision of sexual services can be qualified as a crime of gratification and bribery. Comparative interpretation can also provide a way out in qualifying sexual services as criminal acts of gratification and bribery, namely by comparing legal systems in other countries that are carrying out eradication of sexual services in the form of gratification and bribery such as China, Malaysia, India and Singapore. Furthermore, the sexual service provider in the crime of gratification cannot be called a victim based on the typology of the victim. This applies as long as the sexual service provider does not get harm from his actions. Key Words: Sexual Services, Gratification, Bribery, Interpretation, Typology of Victims.