KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH PENGIDAP SKIZOFRENIA
Abstract
Pada dasarnya setiap orang memiliki peluang untuk melakukan tindak pidana, tidak pandang usia, jenis kelamin dan status sosial. Para pelaku tindak pidana disini haruslah mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukan dihadapan hukum, namun bagaimana apabila orang yang melakukan perbuatan tersebut mengalami gangguan jiwa berupa skizofrenia. Maka dari itu, dalam penulisan ini permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah sesungguhnya pengaturan terhadap pelaku tindak pidana pengidap skizofrenia dalam hukum positif Indonesia (KUHP) dan apakah hukum pidana dimasa yang akan datang (Rancangan KUHP) perlu mengatur akan hal ini.
Metode penelitian yang dipakai adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini digunakan karena terjadinya kekaburan norma disaat timbulnya suatu permasalahan hukum yang sukar untuk dicarikan jalan keluarnya mengingat perbedaan pendapat para ahli dan hakim dalam memutus perkara serupa.
Kemampuan seseorang untuk bertanggungjawab diatur dalam Pasal 41 KUHP yang menyatakan “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana.” Namun tidak dijelaskan secara rinci batasan-batasan orang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu diperlukan aturan yang lebih jelas, dan kajian komperhensif guna menghindari timbulnya multitafsir dikalangan para ahli dan penegak hukum.