IUS CONSTITUTUM & IUS CONSTITUENDUM SAKSI MAHKOTA BERKAITAN DENGAN KEPASTIAN KEDUDUKANNYA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA
Abstract
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kepastian terkait norma hukum dalam hal kedudukan atau posisi seorang Terdakwa saat memberikan kesaksiannya sebagai saksi mahkota pada perkara tindak pidana agar sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia dan tidak merenggut hak dari seorang terdakwa dalam memberikan kesaksiannya demi menjunjung tinggi proses peradilan yang adil atau due process of law di Indonesia. Metode penelitian dalam tulisan ini menggunakan jenis penelitian normative dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta, serta teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah teknik bola salju. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pengaturan hukum terkait penggunaan saksi mahkota masih tidak mendapatkan kepastian hukum sehingga terjadinya kekaburan norma dalam penerapannya. Dalam pasal-pasal hukum positif saat ini, Pasal 168 KUHAP adalah pasal yang secara implisit mentafsirkan aturan mengenai saksi mahkota tersebut. Namun, Pasal 66 KUHAP sendiri tidak membenarkan adanya pembebanan pembuktian pada Terdakwa, sehingga penafsiran-penafsiran yang dihasilkan oleh aparat penegak hukum melalui pasal tersebut berbeda satu dengan lainnya yang menyebabkan tidak adanya kepastian hukum dalam menyelenggarakan proses peradilan yang adil. Oleh karena masih belum adanya kepastian pengaturan hukum mengenai saksi mahkota, maka dari itu pengaturan saksi mahkota kedepannya sebagai ius constituendum perlu diperjelas kembali dengan upaya penegak hukum merumuskan pasal-pasal baru atau dengan perubahan undang-undang yang ada sehingga melahirkan konsistensi aparat penegak hukum dalam terwujudnya proses peradilan yang adil.
Kata Kunci: Saksi Mahkota, Ius Constitutum, Ius Constituendum, Norma Kabur
ABSTRACT
This study aims to provide certainty regarding legal norms in terms of the position or position of a defendant when giving his testimony as a crown witness in a criminal case so that it is in accordance with the positive law in force in Indonesia and does not take away the rights of a defendant in giving testimony in order to uphold the judicial process fair or due process of law in Indonesia. This research method uses normative research with two approaches, namely the statue approach and the fact approach, as well as the data collection technique used is the snowball technique. Based on the results of the study it was found that legal arrangements related to the use of crown witnesses still do not get legal certainty so that there is a blurring of norms in their application. In the current positive law articles, Article 168 of the Criminal Procedure Code is an article that implicitly interprets the rules regarding the crown witness. However, Article 66 of the Criminal Procedure Code itself does not justify the burden of proof on the Defendant, so that the interpretations produced by law enforcement officials through this article differ from one another which results in a lack of legal certainty in administering a fair trial. Because there is still no certainty regarding legal arrangements regarding crown witnesses, therefore the arrangements for crown witnesses in the future as ius constituendum need to be clarified again by law enforcement efforts to formulate new articles or by changing existing laws so as to give birth to the consistency of law enforcement officials in realizing due process of law.
Key Words: Crown Witness, Ius Constitutum, Ius Constituendum, Blurred Norms