SISTEM KESANTUNAN MASYARAKAT TUTUR JAWA

  • Majid Wadji Politeknik Negeri Bali

Abstract

Bahasa Jawa (BJ) dikenal dengan tingkat tutur basa ‘tingkat tutur tinggi’ dan ngoko ‘tingkat tutur rendah’ dalam istilah lokal. Karena adanya tingkat tutur basa dan ngoko, BJ diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai bahasa yang hidup dalam situasi diglosia dan memungkinkan para penuturnya memperlihatkan keakraban, penghormatan, dan jenjang (hierarki) dengan sesama anggota masyarakat. Penelitian ini menerapkan dengan kritis teori sapaan (Brown & Gilman 1960) untuk menganalisis pola, faktor yang mempengaruhi, dan kesantunan penggunaan tingkat tutur BJ.             Temuan penelitian menunjukkan bahwa dalam komunikasi diadik asimetris, yakni penggunaan tingkat tutur basa dan ngoko memperlihatkan fenomena alih kode, campur kode, dan fenomena yang mendasar, temuan penelitian ini, adalah fenomena “silang kode”. Ketika dua partisipan tak setara berkomunikasi, yakni partisipan atasan (superior) menggunakan tingkat tutur ngoko dan partisipan bawahan (inferior) menggunakan tingkat tutur basa, fenomena komunikasi asimetris ini diinterpretasi sebagai komunikasi “silang kode”. Penggunaan kata sapaan kowe ‘kamu’ (T) dan panjenengan ‘Anda’ (V)  dan tingkat tutur ngoko dan basa BJ secara asimetris yang melahirkan komunikasi silang kode, dapat disimpulkan bahwa kata sapaan BJ adalah “genuine terms of address” dan diglosia BJ adalah “diglossia par excellence”. Dalam sebuah penelitian penting untuk mengadopsi, mengadaptasi, dan mereinterpretasi teori yang diaplikasikan.

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2013-03-01
How to Cite
WADJI, Majid. SISTEM KESANTUNAN MASYARAKAT TUTUR JAWA. Linguistika: Buletin Ilmiah Program Magister Linguistik Universitas Udayana, [S.l.], v. 20, mar. 2013. ISSN 2656-6419. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/article/view/9706>. Date accessed: 29 mar. 2024.
Section
Articles

Keywords

tingkat tutur, sistem kesantunan hierarkis, silang kode