KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PELAKSANAAN DEFERRED PROSECUTION AGREEMENT TERHADAP TPPU DITINJAU DARI SISTEM PERADILAN PIDANA
Abstract
Studi ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami konsep umum Deferred Prosecution Agreement (DPA) serta keberadaannya di Indonesia sebagai kewenangan dari kejaksaan dalam penyelesaian perkara korporasi yang melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ditinjau dari sistem peradilan pidana. Metode penelitian yang digunakan yakni hukum normatif dengan pendekatan konseptual, perbandingan, dan perundang-undangan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa konsep ideal DPA yakni kewenangan jaksa untuk mengalihkan perkara dari proses peradilan dengan syarat tersangka mengakui kesalahannya. Konsep DPA dapat diterapkan di Indonesia dengan memperhatikan dan menyesuaikan budaya hukum di Indonesia. Selain itu, DPA sebagai kewenangan kejaksaan sesuai dengan Asas Oportunitas dan perannya sebagai dominus litis. Keberadaan DPA memberikan pengaruh terhadap sistem peradilan pidana terkait dengan koordinasi dan sinkronisasi antar elemen penegak hukum dalam penyelesaian perkara TPPU melalui kerja sama pengadilan dengan kejaksaan dalam hal ini hakim sebagai pihak ketiga dalam proses negosiasi antar jaksa dengan terdakwa sehingga dapat mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana yaitu due process of law. DPA yang masih mengalami kekosongan norma apabila diterapkan di Indonesia penting untuk memperhatikan sistem peradilan pidana dalam hal koordinasi dan sinkronisasi kebijakan DPA terhadap elemen penegak hukum lainnya.
Kata Kunci: Deferred Prosecution Agreement, TPPU, Korporasi, Sistem Peradilan Pidana.
ABSTRACT
This study aims to examine and understand the general concept of the Deferred Prosecution Agreement (DPA) and its existence in Indonesia as the authority of the prosecutor's office in resolving corporate cases that commit Money Laundering (TPPU) in terms of the criminal justice system. The research method used is normative law with conceptual, comparative, and statutory approaches. The results of this study indicate that the ideal concept of DPA is the prosecutor's authority to divert cases from the judicial process on condition that the suspect admits his guilt. The DPA concept can be applied in Indonesia by taking into account and adjusting the legal culture in Indonesia. In addition, DPA as the Attorney General's authority is by the Opportunity Principle and its role as dominus litis. The existence of DPA influences the criminal justice system related to coordination and synchronization between elements of law enforcement in the settlement of ML cases through cooperation between the court and the prosecutor's office, in this case, the judge as a third party in the negotiation process between the prosecutor and the defendant so that it can realize the objectives of the criminal justice system, namely due process of law. DPA, which is still experiencing a void in norms when applied in Indonesia, is important to pay attention to the criminal justice system in terms of coordinating and synchronizing DPA policies with other law enforcement elements.
Key Words: Deferred Prosecution Agreement, TPPU, Corporation, Criminal Justice System.