PENGATURAN PEMILIHAN DESA ADAT DAN DESA DINAS DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
Abstract
Penelitian ini memiliki tujuan memberikan pemahaman pengaturan mengenai desa dalam hukum positif di Indonesia danĀ mengetahui pengaturan pemilihan Desa Adat serta Desa Dinas dengan adanya Undang-Undang Desa. Metode yang dipergunakan pada artikel terkait pengaturan pemilihan Desa Adat serta Desa Dinas dengan berlakunya Undang-Undang Desa ini mempergunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif, dengan mempergunakan pendekatan perundang-undangan ataupun statute approach dalam melakukan analisis artikel ini. Hasil dari studi ini mendapatkan jika pengaturan pemilihan Desa Adat atau Desa Dinas sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Desa tepatnya pada Pasal 6 ayat (1). Namun terjadi konflik norma antara Pasal 6 tersebut dengan Pasal penjelasannya. Pasal 6 tidak mewajibkan masyarakat memilih salah satu baik itu desa dinas maupun desa adat. Namun, dalam penjelasan menyebutkan jika pada satu wilayah hanya ada desa ataupun desa adat. Padahal dilihat dari segi sosiologis khususnya di wilayah Bali dari berabad-abad lalu sampai saat ini ada sistem pemerintahan desa yang memiliki sifat ganda baik desa adat maupun desa dinas. Selain itu dengan adanya aturan ini tidak selaras dengan Perda Bali No. 4 Tahun 2019 yang mana keberadaan Desa Adat telah diakui dan memiliki status sebagai subyek hukum pada sistem pemerintahan Provinsi Bali. Sehingga diperlukan suatu kontruksi hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
This study aims to provide an understanding of the regulation of villages in positive law in Indonesia and to know the arrangements for the election of Traditional Villages and Village Offices with the existence of the Village Law. The method used in the article related to regulating the selection of Traditional Villages and Village Offices with the enactment of the Village Law uses a normative juridical legal research type, using a statutory approach or a statute approach in analyzing this article. The results of this study show that the arrangement for the election of a Traditional Village or an Office Village has actually been regulated in the Village Law to be precise in Article 6 paragraph (1). However, there is a conflict of norms between Article 6 and the explanatory Article. Article 6 does not oblige the community to choose either official or customary villages. However, the explanation states that in one area there are only villages or traditional villages. In fact, seen from a sociological point of view, especially in the Bali region, from centuries ago to the present, there is a village government system that has dual characteristics, both customary and official villages. In addition, the existence of this rule is not in line with the Bali Regional Regulation No. 4 of 2019 in which the existence of the Traditional Village has been recognized and has a status as a legal subject in the government system of the Province of Bali. So that we need a legal construction that is able to solve the problems that occur.