Analisis KERJASAMA BUILD OPERATE TRANSFER (BOT) PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
Abstract
Pembangunan infrastruktur di Indonesia masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) yang telah ditetapkan Pemerintah untuk pengembangan investasi dan peluang usaha di Indonesia. Dalam praktiknya, pembagian tanggungjawab antara para pihak dalam rangka kerjasama BOT masih belum seimbang antara para pihak. Regulasi mengenai kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha masih sering dianggap timpang sebelah dan lebih menguntungkan pihak badan usaha. Artikel ini mengulas lebih dalam mengenai kerjasama dalam model PPP sampai dengan masa konsesi berakhir dengan tujuan mengetahui tanggungjawab para pihak dalam rangka pelaksanaan kerjasama dengan model BOT tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah dengan meninjau dari segi regulasi yang berkaitan dan tinjauan literatur. Dalam kerjasama BOT, Pemerintah Indonesia membutuhkan pembiayaan seluas-luasnya dengan membuka investasi seluas-luasnya kepada badan usaha baik asing maupun badan usaha dalam negeri. Investasi dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau disebut Public Private Partnership (PPP) dengan berbagai persyaratan dan pembagian resiko yang sepadan dengan kepentingan masing-masing pihak. Regulasi terkait mulai dibentuk termasuk proses pelaksanaan tender dan investasi badan usaha terhadap proyek pemerintah, peran pemerintah terkait pembebasan lahan, dan masa konsesi.
Infrastructure development in Indonesia is included in the medium-term development plan (RPJMN) that has been set by the Government for the development of investment and business opportunities in Indonesia. In practice, the division of responsibilities between the parties in the framework of BOT cooperation is still not balanced between the parties. Regulations regarding the cooperation between the Government and Business Entities are still often considered to be one-sided and more favorable to the business entities. This article examines in more detail the cooperation in the PPP model until the concession period ends with the aim of knowing the responsibilities of the parties in the context of implementing the cooperation with the BOT model. The method used in writing this article is to review in terms of related regulations and literature review. In the BOT cooperation, the Government of Indonesia requires the widest possible financing by opening the widest possible investment to both foreign and domestic business entities. Investments are stated in a Government Cooperation Agreement with a Business Entity or called a Public Private Partnership (PPP) with various requirements and risk sharing commensurate with the interests of each party. Related regulations have begun to be formed, including the process of implementing tenders and investment by business entities in government projects, the role of the government in relation to land acquisition, and concessions.