KEDUDUKAN PEMERINTAH DALAM PERJANJIAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA
Abstract
Tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis kedudukan pemerintah dalam perjanjian kerjasama pemerintah dengan badan usaha. Dengan metode yuridis normatif, Penelitian ini menemukan bahwa belum ada dasar hukum yang jelas terkait dengan pengaturan pemerintah sebagai badan hukum dikarenakan Pasal 1653 KUH Perdata menyatakan pengakuan sebuah perhimpunan sebagai badan hukum wajib melalui peraturan perundang-undangan; kedudukan Pemerintah tidak dijelaskan dalam ketentuan umum Perpres KPBU, namun secara implisit yang dimaksud pemerintah dalam Pepres KPBU adalah Kementerian, Lembaga, dan Daerah yang diwakili oleh Menteri, Kepala Lembaga dan Kepala Daerah. Penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN dan BUMD sebagai PJPK berdasarkan kewenangan dalam peraturan perundangan sektoral; dan asas keseimbangan mengikat dalam kedudukan pemerintah sebagai pihak dalam perjanjian KPBU.
This research aims to analyse the government legal standing in Public Private Partnership Agreement. With yuridical-normative methods, This research found that there is no clear legal basis related to government as a juridical person because Article 1653 of the Civil Code stipulated that the recognition of an association as an juridical person must be through statutory regulations; The Government standing is not explained in the general provisions of the PPP Presidential Regulation, but implicitly what is meant by the government in the PPP Presidential Regulation is the Ministry, Institutions, Region which is represented by the Minister, Head of Institutions and Regional Heads. Appointment of the Minister/Head of Institution/ Head of Region/BUMN and BUMD as PJPK based on the authority in sectoral laws and regulations; and the principle of balance is binding in the position of the government as party to the PPP agreement.