PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN BERDASARKAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
Abstract
Tujuan studi ini untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan menurut Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan mengetahui bagaimana penilaian hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan pada putusan Nomor: 12/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Trg. Studi ini menggunakan metode penelitian normatif. Metode ini menempatkan hukum, asas, prinsip dan doktrin sebagai bahan primer yang mendukung kerangka berpikir. Salah satu tujuan dibuatnya karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan menurut Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia (SPPA). Hasil studi menunjukkan bahwa anak yang terbukti melakukan perbuatan pidana akan dikenai pertanggungjawaban jika sang anak berusia 14 tahun. Jika sang anak berusia diatas 12 tahun namun belum berusia 14 tahun ketika ia melakukan perbuatan pidana maka sanksi yang diterimanya adalah berupa tindakan. Hukum pidana anak juga mengenal istilah double track system yang berarti anak yang terbukti secara sah melakukan perbuatan pidana akan dijatuhi sanksi pidana atau tindakan. Dalam UU SPPA menegaskan sanksi penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak yang secara sah terbukti melakukan perbuatan pidana paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimal ancaman pidana penjara yang diberikan kepada orang dewasa. Kemudian UU SPPA juga menegaskan apabila anak terbukti melakukan perbuatan pidana yang sanksi pidananya adalah pidana mati atau pidana seumur hidup, maka sanksi pidana yang dijatuhkan kepadanya adalah sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun.
The purpose of this study is to find out how the criminal responsibility of children as criminals of sexual intercourse according to the Juvenile Criminal Justice System in Indonesia and to find out how judges consider the judgment in imposing criminal sanctions on children as criminals of sexual intercourse in decision Number: 12 / Pid.Sus-Anak /2020/PN.Trg. This study uses a normative research method. This method places laws, principles, principles and doctrines as the primary material that supports the writer's frame of mind. One of the goals of this scientific paper is to find out how criminal responsibility is to children as criminals of sexual intercourse according to the Child Criminal Justice System in Indonesia (SPPA). The results of the study show that a child who is proven to have committed a criminal act will be liable if the child is 14 years old. If the child is over 12 years old but not yet 14 years old when he commits the criminal act, the sanction he receives is in the form of an action. Child criminal law also recognizes the term double track system, which means a child who is proven to have committed a criminal act will be subject to criminal sanctions or actions. The SPPA Law states that imprisonment can be imposed on children who are proven to have committed a criminal act of a maximum of 1/2 (one half) of the maximum imprisonment given to adults. Then the SPPA Law also emphasizes that if a child is proven to have committed a criminal act where the criminal sanction is death or life imprisonment, the criminal sanction imposed on him is a maximum imprisonment of 10 years.