ANALISIS PEMAKZULAN TERHADAP PRESIDEN: KOMPARASI PENGATURAN INDONESIA DAN AMERIKA SERIKAT
Abstract
Tujuan penulisan ini untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan definisi serta ruang lingkup yang jelas dari frasa "perbuatan tercela" sebagai salah satu alasan pemakzulan terhadap Presiden menurut Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif serta menggunakan metode perbandingan dengan pendekatan perundang-undangan dan komparatif. Hasil penulisan ini memberikan batasan yang jelas sehingga dapat menjadi rujukan bagi para perumus produk hukum untuk merevisi dan/atau membuat aturan hukum yang baru dan khusus yang terdapat pengaturan mengenai perbuatan tercela sehingga terciptanya kepastian hukum pada peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penulisan ini juga membahas mengenai analisis tafsir "perbuatan tercela" yang dikaitkan dengan metode pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan teori kepastian hukum, yang hasilnya bahwa pengaturan frasa "perbuatan tercela" di Indonesia masih bersifat multitafsir dan perlu dikaji ulang untuk menciptakan kepastian hukum.
The purpose of this paper is to provide legal certainty and provide a clear definition and scope of the phrase “misdemeanors” as one of the grounds for impeachment of the President according to Article 7A of the 1945 Constitution. This study uses normative legal research methods and uses comparative methods with statutory and comparative approaches. The results of this writing provide clear boundaries so that they can be a reference for the formulators of legal products to revise and / or create new and special legal rules that contain arrangements regarding misconduct so as to create legal certainty in Indonesian legislation. This writing also discusses the analysis of the interpretation of “misdemeanors” which is associated with the method of forming laws and regulations in Indonesia and the theory of legal certainty, the result of which is that the regulation of the phrase “misdemeanors” in Indonesia is still multi-interpretive and needs to be reviewed to create legal certainty.