PENGATURAN JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PIDANA MATI PASCA DITOLAKNYA GRASI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA

  • Putu Alfira Deshita Maharani Fakultas Hukum, Universitas Udayana
  • I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Abstract

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan guna menganalisis pengaturan hukum terkait eksistensi pidana mati setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP dan bagaimana kepastian hukum terhadap jangka waktu pelaksanaan pidana mati pasca ditolaknya grasi menurut hukum positif yang ada dan berlaku di Indonesia. Dalam mengkaji tulisan ilmiah ini menggunakan metode normatif yang utamanya mempergunakan metode pendekatan dari suatu peraturan perundang-undangan yang disebut sebagai (statute approach), dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian memaparkan bahwa hukuman mati masih dianut dalam KUHP Baru sebagai pembaharuan hukum pidana nasional yang akan menggantikan KUHP Lama peninggalan belanda dan Undang-Undang terkait yang didalamnya mengandung ancaman pidana mati. Dalam pengaturannya yang baru, bahwa terpidana mati wajib diberikan kesempatan masa percobaan selama sepuluh tahun untuk merubah sikap, apabila tidak menunjukkan kelakuan baik maka eksekusi pidana mati dapat dijatuhkan. Kemudian dalam hukum positif yang mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi mati seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi, tidak menjelaskan secara konkret jangka waktu dalam pelaksanaan pidana mati setelah ditolaknya permohonan grasi yang mengakibatkan kekosongan norma (rechtsavuum) sehingga berpotensi terjadinya ketidakpastian hukum terhadap individu yang terpidana mati.


The purpose of writing this scientific paper is to analyze the legal arrangements for the existence of the death penalty after the ratification of Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code and how legal certainty is regarding the time period for carrying out death sentences for death convicts after the rejection of clemency according to positive law in force in Indonesia. In reviewing this scientific paper using a normative method which mainly uses the approach method from a statutory regulation which is referred to as (statute approach), and a conceptual approach. The results of this study indicate that the death penalty is still adhered to in the New Criminal Code as a renewal of the national criminal law which will replace the Dutch Old Criminal Code and related laws which contain the death penalty. In the new regulation, death convicts must also be given a probationary period of ten years to change their attitude, if they do not show good behavior then death penalty can be imposed. However, in the positive laws that apply regarding the implementation of death sentences such as Law Number 2 of 1964 concerning Procedures for the Implementation of Death Penalties and Law Number 5 of 2010 Regarding the amendment to Law Number 22 of 2002 concerning Clemency, it does not explicitly stipulate the time period for carrying out the death penalty after the rejection of a request for clemency resulting in a void of norms (rechtsavuum) so that there is a potential to create legal uncertainty for death convicts.

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2024-01-18
How to Cite
MAHARANI, Putu Alfira Deshita; YUDIANTARA, I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi. PENGATURAN JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PIDANA MATI PASCA DITOLAKNYA GRASI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA. Kertha Desa, [S.l.], v. 11, n. 9, p. 3388-3401, jan. 2024. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthadesa/article/view/102028>. Date accessed: 13 nov. 2024.
Section
Articles