Potensi Salep Epigallocatechin gallate terhadap Proses Kesembuhan Luka Bakar Derajat II pada Kulit Tikus Putih (THE POTENTIAL OF EPIGALLOCATECHIN GALLATE OINTMENT TO THE WOUND HEALING PROCESS OF SECOND DEGREE SKIN BURNS ON THE ALBINO RATS)
Main Article Content
Abstract
Burns are one of the health problems in modern society that are associated with tissue damage that is difficult to repair and affect patients, both physically and psychologically. This study was conducted to evaluate the potential of epigallocatechin gallate (EGCG ) ointment to the healing process of second degree skin burn induced by attaching 85ºC plate with 1 cm of diameter for 5 second on the skin of albino rat (Rattus norvegicus). Twenty-five rats were divided into 5 treatment groups. The P0 group was a group of rat that suffered burns and were treated with ointment base (PEG). The P1 group was a group of rat that suffered burns and were given standard therapy with silver sulfadiazine. P2, P3 and P4 groups are groups of rat that have burns and are treated with EGCG ointments with concentrations of 1%, 2%, and 4% respectively. At the end of the study, skin tissue excision was carried out to make histopathological preparations using HE staining. Evaluation of histopathological preparations was carried out on reepithelialization collagen deposition, PMN infiltration, and angiogenesis. The results of the study in group P4 showed that the highest collagen formation and re-epithelialization process was accompanied by a marked decrease in the inflammatory process and angiogenesis. This condition is significantly different from groups P0, P1, P2, and P3. Healing second degree burns with 4% EGCG is better than other treatment
Jurnal Veteriner Maret 2019 Vol. 1 No. 1 : 1-7 pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2019.20.1.1 Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016
2
Proses kesembuhan luka bakar merupakan fenomena kompleks untuk mengembalikan kontinuitas jaringan dan fungsinya. Kesembuhan luka melibatkan beberapa fase yang berbeda dan saling tumpang tindih, yaitu fase inflamasi, granulasi, fibrogenesis, neo-vaskularisasi, kontraksi luka dan epithelialisasi (Robson, 1997). Penatalaksanaan luka bakar yang efektif memerlukan pemahaman proses kesembuhan luka normal dan mampu memilih intervensi yang tepat untuk mengoptimalkan proses kesembuhan luka (Snyder, 2005). Pada proses kesembuhan luka, inflamasi terjadi segera setelah jejas, diawali dengan vasokonstriksi yang berperan dalam proses hemostasis dan pelepasan mediator inflamasi. Fase proliferasi ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi oleh fibroblas dan proses angiogenesis. Reformulasi dan perbaikan kompartemen serabut kolagen yang disertai dengan penigkatan tensile strength menandai fase remodeling (Varoglu et al., 2010). Faktor yang memiliki peran penting pada tertundanya proses kesembuhan luka antara lain, trauma berulang, perfusi dan oksigenasi yang buruk serta inflamasi yang berlebihan (Harding et al., 2003)). Penggunaan bahan alamiah untuk pengobatan luka merupakan bagian penting dari penatalaksanaan kesehatan dan metode baik untuk menyediakan pilihan layanan kesehatan yang murah dan efektif (Gurung et al., 2009; Suntar et al., 2010). Beberapa penelitian menggunakan polifenol yang berasal dari teh hijau sebagai penyembuh alami sebagai agen anti penuaan, antiinflamasi, antikanker, antioksidan dan antidiabetes (Obaid et al., 2011). Beberapa penelitian dengan menggunakan Epigallocatechin gallate (EGCG), sebagai salah satu polifenol yang terkandung dalam
teh hijau, membuktikan sejumlah efek biologis EGCG sebagai antioksidan, antimikrob, antiinflamasi, antialergi dan antineoplastik yang aktif (Hosnuter et al., 2015). Teh hijau memiliki manfaat yang beragam, antara lain mencegah kanker, meningkatkan kesehatan jantung dan pembuluh darah, melindungi kulit dari kerusakan yang disebabkan karena radiasi dan penyebab yang lain. Manfaat ini disebabkan karena the hijau yang mengandung EGCG memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi dan antibakteri yang cukup kuat. Berdasarkan hal tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa EGCG dapat membantu percepatan proses kesembuhan luka bakar pada kulit (Nagle et al., 2006). Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh pemberian salep EGCG terhadap proses kesembuhan luka bakar pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan.
METODE PENELITIAN Kelayakan Etik Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari komisi etik Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Percobaan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Persiapan dan pembuatan salep dilakukan di Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga. Pembuatan dan pemeriksaan preparat histopatologis dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Hewan Eksperimental Sebanyak 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, umur tiga bulan dengan
groups. This is presumably because the compounds contained therein have antioxidant activity, antiinflammatory and antibacterial. These three activities will synergize in the process of healing wounds. Provision of 4% EGCG ointment for 14 days in second degree burns can accelerate the wound healing process which is characterized by improved re-epithelialization, collagen deposition, PMN infiltration in the wound area, and angiogenesis.