Pemberian Monosodium Glutamat Selama Masa Organogenesis Meningkatkan Perkembangan Embrio Cacat pada Mencit
Main Article Content
Abstract
Monosodium glutamate (MSG) biasanya berbentuk kristal halus dan berwarna putih. Senyawa MSG dibuat melalui proses fermentasi dari bahan dasar pati (gandum) dan gula molasses (tetes tebu) yang diberi nama sebagai garam natrium dan asam glutamat. Pemberian MSG selama induk mencit bunting bersifat embriotoksik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik MSG pada perkembangan embrio selama masa organogenesis. Penelitian pemberian MSG terhadap mencit dimulai pada kebuntingan hari ketujuh yaitu pada tahap organogenesis. Perlakuan dosis MSG yang diberikan adalah dosis 528 mg/kg BB, 696 mg/kg BB, dan 872 mg/kg BB. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah fetus hidup atau mati dalam rahim pada kebuntingan hari ke-18, di samping morfologi fetus, bobot fetus dan perkembangan tulang rangka fetus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MSG yang dilakukan secara terus menerus sejak kebuntingan hari ke-7 hingga 16 membuat MSG tersebut masuk ke dalam tubuh induk mencit yang tidak memiliki kemampuan untuk menetralisir dan mendetokfikasi senyawa-senyawa kimia sehingga terakumulasi pada embrio mencit. Zat-zat tersebut mencapai embrio melalui pembuluh darah dan memengaruhi perkembangan fetus mencit. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh MSG terhadap perkembangan fetus mencit (Mus musculus) selama periode organogenesis di antaranya yaitu kecacatan pada mata (mikropthalmia dan anoftalmia), hidrosefalus ringan, jumlah metakarpal, jumlah metatarsal, dan ruas cervikal vertebrae tidak sama panjang. Abnormalitas perkembangan fetus mencit selama periode organogenesis meningkat sejalan dengan peningkatan dosis MSG yang diberikan dan bervariasi antar perlakuan. Semakin tinggi dosis MSG yang diberikan pada induk mencit bunting, maka semakin sedikit jumlah fetus yang hidup. Dapat disimpulkan bahwa MSG memengaruhi perkembangan fetus mencit selama masa organogenesis.