Kajian Ekstrak Daun Kedondong (Spondias dulcis G.Forst.) Diberikan Secara Oral Pada Tikus Putih Ditinjau Dari Histopatologi Ginjal
Abstract
Tanaman kedondong sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat alternatif untuk mengobati berbagai macam penyakit. Sedangkan penelitian tentang toksisitas daun kedondong pada ginjal belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini tikus putih (Rattus norvegicus) dibagi secara acak menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 5 tikus putih. Kelompok A sebagai kontrol (placebo) yang diberi aquades peroral; kelompok B diberikan ekstrak daun kedondong 100 mg/kg bb (0,2 ml/ekor); kelompok C diberikan ekstrak daun kedondong 200 mg/kg bb (0,4 ml/ekor); kelompok D diberikan ekstrak daun kedondong 300 mg/kg bb (0,6 ml/ekor); kelompok E diberikan ekstrak daun kedondong 400 mg/kg bb (0,8 ml/ekor). Pemberian ekstrak daun kedondong dilakukan secara oral menggunakan sonde khusus yang dimasukkan langsung ke lambung dan dilakukan selama 14 hari. Nekropsi untuk pengambilan organ ginjal dilakukan pada hari ke 15. Jaringan ginjal selanjutnya diproses untuk pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE). Pemeriksaan histopatologi pada ginjal tikus putih yang diberikan ekstrak daun kedondong tidak ditemukan adanya peradangan, degenerasi melemak dan nekrosis pada kontrol (placebo). Sedangkan ditemukan adanya nekrosis pada pemberian dengan dosis 100 mg/kg bb (0,2 ml), 200 mg/kg bb (0,4 ml), 300 mg/kg bb (0,6 ml), 400 mg/kg bb (0,8 ml). Pada pemeriksaan yang didasarkan adanya infiltrasi sel-sel radang ditemukan adanya peradangan pada dosis 400 mg/kg bb (0,8 ml). Hasil ini menunjukkan pemberian ekstrak daun kedondong (Spondias dulcis G.Forst) dengan rentang dosis 100 mg/kg bb sampai dengan dosis 400 mg/kg bb selama 14 hari, menyebabkan gangguan histopatologi pada organ ginjal tikus putih (Rattus novegicus).