FENOMENA NGELAGA PADA MASYARAKAT DESA ADAT PESABAN, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM
Abstract
Bali merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan kekayaan tradisi yang dimiliki. Salah satu tradisi yang ada di masyarakat Bali yaitu tradisi ngayah. Namun seiring berjalannya waktu tradisi ngayah mulai mengalami pergeseran akibat perubahan mata pencaharian dari sektor agraris ke industri terutama industri pariwisata. Melalui perubahan ini, banyak masyarakat desa di Bali yang merantau ke pusat industri dan pariwisata yakni Denpasar dan Badung yang tentu mengakibatkan mereka terikat dengan jam kerja. Masyarakat yang merantau ini kemudian menghadapi persoalan yaitu membagi waktu antar pekerjaan dengan kewajiban mereka untuk ngayah piodalan di desa. Salah satu desa yang menghadapi persoalan ini yaktu Desa Adat Pesaban yang kemudian menerapakan kebijakan meli ayahan ini yang dikenal dengan istilah ngelaga. Namun pada perjalannya munculnya fenomena ngelaga ini pada akhirnya menilbulkan pro kontra di Tengah krama Desa Adat Pesaban. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif eksplanatif. Teori cultural lag William F. Ogburn digunakan sebagai pisau bedah untuk menganlisis terkait adanya pro dan kontra terhadap penerapan ngelaga di Desa Adat Pesaban. Bentuk pro krama yakni taat membayar iuran serta melungkan waktu ngayah fisik di waktu senggang sedangkan bentuk kontranya yaitu adanya pakrimik dan medaya. Munculnya pro kontra ini akibat kesenjangan penerimaan difusi kebudayaan antara generasi muda dan generasi tua. Disimpulkan bahwa ngelaga ini menjadi solusi bagi krama yang merantau yang menghadapi persoalan waktu. Disarankan agar pemerintah untuk mencari formulasi yang tepat untuk menghadapi persoalan ini di masa yang akan datang.
Kata Kunci : Ngelaga, Desa Adat Pesaban, Piodalan, Krama, Cultural Lag