Alih Fungsi Kawasan Jalur Hijau di Kecamatan Kuta Utara serta Pengaruhnya dalam Menyerap Emisi Co2
Abstract
Kuta Utara District is a sub-district in Badung Regency that is growing rapidly. This is mainly due to the Badung Regency Regulation number 26 of 2013 about the Spatial Planning of the Badung Regency. This regulation assigns the North Kuta District coast as a Tourism Area and a part of the Sarbagita metropolitan Area. The growing development on this coast has put pressure on the urban land, increased co-optation of agricultural land, and threatened the existence of green open space. The latest especially has endangered the quality of the environment as less space and vegetation are available to absorb the level of carbon dioxide in the air. This study has three goals, including determining the level of conversion of the green belt area, configuring the ratio of deviations, and analysing the impact of the first two goals on the level of carbon dioxide absorption. Data used is sourced from Google images available for the years 2006, 2010, and 2019, maps of the Geospatial Information Agency, and from direct identification on the field. Study results indicate that the conversion of green belt areas in North Kuta is dominated by 56% trade and services, 24% housing and 10.6% accommodation for tourists. Analysis of trends in deviation of green belt utilisation shows that in 2006-2019, land uses were dominated by trade, services, housing development and tourist accommodation. The rapid construction of tourist accommodations has taken place since 2010. The reduction of the green belt has consequently decreased vegetation available to absorb carbon dioxide by 2.300,28 tons per year in 2019, or equal to an average of 30.98 tons annually.
Keywords: green belt; changes; spatial; carbon dioxide
Abstrak
Kecamatan Kuta Utara adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung yang perkembangan pertumbuhan pembangunannya cukup pesat. Hal ini terjadi karena dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung yang menjadikan wilayah pesisir ini sebagai kawasan pariwisata dan menjadi bagian dari kawasan metropolitan Sarbagita. Semakin berkembangnya kawasan ini mengakibatkan tekanan terhadap ketersediaan lahan, meningkatnya kooptasi lahan pertanian, dan mengancam eksistensi ruang terbuka hijau. Berkurangnya luas ruang terbuka hijau menurunkan kualitas lingkungan karena salah satu fungsi utama ruang terbuka hijau adalah penyerapan karbon dioksida. Penelitian ini memiliki tiga tujuan termasuk mengetahui perkembangan pembangunan pada kawasan jalur hijau; mengetahui rasio penyimpangan yang terjadi; serta dampaknya terhadap fungsi penyerapan karbon dioksida. Data yang digunakan adalah yang bersumber dari citra Google tahun 2006, 2010, 2019, peta citra Badan Informasi Geospasial, serta melalui identifikasi langsung di lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan konversi kawasan jalur hijau di Kuta Utara didominasi perdagangan dan jasa seluas 56%, perumahan seluas 24% dan akomodasi wisata seluas 10,6%. Analisis tren penyimpangan pemanfaatan kawasan jalur hijau menunjukan bahwa pada periode tahun 2006-2019 tren pemanfaatan lahan didominasi oleh fungsi perdagangan dan jasa, perumahan dan akomodasi wisata. Khusus untuk akomodasi wisata perkembangannya paling tinggi dari tahun 2010. Penurunan luas jalur hijau ini juga menurunkan kemampuan serapan karbon dioksida oleh vegetasi yang ada yaitu sebesar 2.300,28 ton/tahun di tahun 2019 atau terjadi penurunan rata-rata sebanyak 30,98 ton setiap tahunnya.
Kata kunci: jalur hijau; perubahan; spasial; karbon dioksida
Downloads
The copyright of the received article shall be assigned to the journal as the publisher of the journal. The intended copyright includes the right to publish the article in various forms (including reprints). The journal maintains the publishing rights to the published articles.