Keabsahan Kesepakatan Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Melalui Mekanisme Mediasi Yang Tidak Didaftarkan Ke Pengadilan Negeri
Abstract
Wanprestasi atau ingkar janji adalah salah satu sengketa perdata dimana unsurnya terdapat suatu perjanjian yang sah, ingkar janji serta somasi. Modern ini, pihak yang bersengketa lebih memilih mediasi sebagai cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa. Hal itu dianggap lebih menguntungkan dibanding peyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi yang acap kali tidak mencerminkan trilogi pengadilan. Para pihak dibantu mediator melaksanakan perundingan hingga mendapatkan kesepakatan. Merujuk pada Pasal 6 ayat (7) “Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”, kesepakatan penyelesaian sengketa wajib didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 30 hari sejak kesepakatan ditandatangani. Tidak adanya penjelasan pasal dan pengaturan lebih lanjut membuat adanya kekosongan norma tentang akibat tidak terlaksananya kewajiban dalam pasal itu, sehingga menimbulkan perdebatan apakah suatu kesepakatan masih sah jika tidak didaftarkan. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Masalah yang peneliti angkat adalah keabsahan kesepakatan penyelesaian sengketa wanprestasi melalui mekanisme mediasi yang tidak didaftarkan ke pengadilan negeri sebagai implikasi penggunaan kata ‘wajib’ dalam pasal 6 ayat 7 “Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” serta prosedur mediasi menurut PERMA nomor 1 Tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan, kesepakatan tidak semata-mata menjadi tidak sah namun kembali pada prinsip kebebasan berkontrak. Kesepakatan dapat pula dimohonkan menjadi akta perdamaian ke pengadilan setempat. Mekanisme lebih lanjut mengenai pelaksanaan mediasi di pengadilan diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2016 sebagai pengganti PERMA No.1 Tahun 2008 yang memiliki perbedaan penting dalam penekanan itikad baik dalam mediasi sehingga meningkatkan keberhasilan mediasi.
Kata Kunci: Wanprestasi, Keabsahan kesepakatan penyelesaian sengketa, Mediasi
ABSTRACT
Wanprestasi is one of the civil case. There are 3 element of “wanprestasi”, a legal agreement, Non-performance of contract, and legal notice to parties. In this modern, the way chosen to resolve a dispute is mediation.This is considered to be more profitable than resolving disputes through litigation that often does not reflect the court's trilogy. The parties and mediators carry out mediation to get an agreement. Referring to Article 6 paragraph (7) "Law Number 30 of 1999 Regarding Arbitration and Alternative Dispute Resolution", The agreement must be registered with the local District Court within 30 days of the agreement being signed. The absence of clarification of the article and further regulation creates a void of norms about the consequences of not carrying out the obligations in that article, thus causing debate whether an agreement is still valid if it is not registered. This is normative research with a legislative approach and a comparative approach. The problem that the writer adopts is the validity of the dispute resolution agreement with mediation mechanism which is not registered with the district court as the implication of the use of the word 'mandatory' in article 6 paragraph 7 “Law Number 30 of 1999 Concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution” and mediation procedure according to PERMA 1 of 2016. The results of the study showed that the agreement did not merely become invalid but returned to the principle ‘freedom of contract’. The agreement can also be applied for as a peace deed to the local court. Further mechanisms regarding the implementation of mediation in court are regulated in PERMA No.1 of 2016 in lieu of PERMA No.1 of 2008 which has important differences in emphasizing good faith in mediation thereby increasing the success of mediation.
Key Word: Wanprestasi, Validity, Peace Agreement, Mediation