KEKUATAN PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI PENYANDANG DISABILITAS SENSORIK (TUNA RUNGU) DALAM PROSES PERADILAN PIDANA
Abstract
Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang memiliki keterbatasan fisik atau mental. Keterbatasan fisik maupun mental yang dimaksud terjadi dalam jangka waktu yang lama. Dalam proses peradilan pidana, penyandang disabilitas seringkali dipandang sebelah mata dan dianggap tidak cakap untuk menjadi seorang saksi karena keterbatasan yang dimilikinya. Tujuan penulisan jurnal hukum ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penyandang disabilitas tuna rungu dapat menjadi saksi dalam pembuktian pidana dan bagaimana kekuatan pembuktian penyandang disabilitas di pengadilan. Metode penelitian yang dipergunakan untuk menulis jurnal hukum ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Pada dasarnya, konstitusi telah menegaskan, pada pasal 27 UUD NRI 1945 bahwa seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama sama hukum atau pemerintahan. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keterangan saksi yang memiliki keterbatasan tuna rungu, kekuatan pembuktiannya adalah sama dengan keterangan saksi saksi non-disabilitas, sepanjang orang tersebut memenuhi syarat sebagai saksi sesuai apa yang tercantum dalam Pasal 168 KUHAP dan mau untuk diambil sumpahnya sebelum menerangkan kesaksiannya. Mengenai dapat diterima atau tidaknya kesaksian tersebut merupakan wewenang majelis hakim sebagai aparat penegak hukum.
Kata kunci: pembuktian, disabilitas, peradilan pidana