PENETAPAN STATUS JUSTICE COLLABORATOR PASCA PERSIDANGAN DITINJAU PADA KASUS KORUPSI
Abstract
Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis tentang penetapan status justice collaborator pasca sidang dalam perkara korupsi, apa pertimbangan hukum pengangkatan seseorang sebagai justice collaborator dalam tindak pidana korupsi, beserta pertimbangan hakim menetapkan justice collaborator pada keputusannya. Penelitian ini adalah penelitian normatif, yaitu penelitian terhadap hukum positif dan kemudian melakukan telaah kasus yang relevan dengan isi hukum yang diteliti. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kasus (case approach), yaitu dengan menelaah ratio decidendi dari suatu putusan pengadilan, artinya alasan-alasan hukum yang digunakan hakim untuk sampai kepada putusannya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaturan hukum mengenai Justice Collaborator dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, peraturan terbarunya diatur dalam UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan selanjutnya terdapat peraturan lainnya telah cukup jelas dan memadai mengatur saksi Justice Collaborator. Namun, masih terdapat perbedaan dalam penetapan status justice collaborator dan tidak berkesesuaian perundang – undangan yang berlaku serta disparitas dalam penjatuhan pidana terhadap status Justice Collaborator.
This paper aims to analyze the determination of the status of post-trial justice collaborator in corruption cases, what are the legal considerations for appointing someone as a justice collaborator in corruption crimes, along with the considerations for judges to establish justice collaborators in their decisions. This study is a normative research, namely research on positive law and then conduct a case study relevant to the legal content under study. This study uses the method of case approach (case approach), namely by examining the ratio decidendi of a court decision, meaning the legal reasons used by the judge to arrive at its decision. From this study it can be concluded that the legal regulation on Justice Collaborator in Law No. 13 of 2006 on the protection of witnesses and victims, the latest regulations set out in law no. 31 of 2014 concerning the protection of witnesses and victims, and furthermore there are other regulations that have been quite clear and adequate to regulate witness Justice Collaborator. However, there are still differences in the determination of the status of justice collaborator and not in accordance with applicable laws and disparities in criminal imposition of the status of Justice Collaborator