PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERAMPASAN ILLICIT ENRICHMENT KAITANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA

  • A.A Mirah Endraswari Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana

Abstract

The way to prevention of corruption is to use the reversal burden of proof system to the official public wealth that is not fair ( illicit enrichment ), but in the implementation there is an indication against violation of human rights. This research will be discuss how rule about the reversal burden of proof in the penal law system of Indonesia ? and how to application the reversal burden of proof in deprivation the illicit enrichment which is related with the human rights ?. Method used in this research is normative law research. Data analysis is conducted on primary and secondary law materials and then comparing those both as well were processed and presented by descriptive analysis. Related norm about the reversal burden of proof system now is regulated in act No. 31 of 1999, act No 20 of 2001 and act No. 8 of 2010, but the character of reversal burden of proof system in Indonesia still limited because it can only be used during the trials. Then related illicit enrichment norm is not regulated in Indonesia act’s, while Indonesia has been ratified about illicit enrichment in Article 20 UNCAC. The pros and cons related to the implementation of reversal burden of proof to illicit enrichment it happens because it is considered to against of human rights, which is related to the principle of presumption of innocence and non – self incrimination. However, with regard to other legal principles and consider the interests of the wider, the regulation of the illicit enrichment should be regulated in the provisions of the law in Indonesia. Considering the purpose of the law it self is fighting corruption, money laundering and optimize return on assets of criminals who gained from the crime.

Penanggulangan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan yang sifatnya luar biasa (extraordinary crime ) membutuhkan penanganan yang sifatnya luar biasa pula. Adapun cara yang dapat ditempuh yaitu dengan menerapan sistem pembuktian terbalik  terhadap kekayaan pejabat Negara yang dimiliki secara tidak sah ( illicit enrichment ), namun dalam pelaksanaannya terdapat indikasi bahwa akan  bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia ( HAM ). Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaturan terkait pembuktian terbalik yang diatur dalam  sistem hukum pidana di Indonesia ? dan bagaimanakah penerapan sistem pembuktian terbalik dalam perampasan terhadap illicit enrichment dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia ( HAM ) ?. Metode dalam penelitian ini menggunaan penelitian hukum normatif. Pada penelitian ini difokuskan pada hukum positif serta sumber bahan hukum baik berasal dari primer maupun sekunder. Analisis data dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang selanjutnya diolah dan disajikan secara deskriptif analisis. Terkait tentang pengaturan sistem pembuktian terbalik saat ini telah diatur dalam ketentuan Undang – Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi serta Undang – Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, namun sifatnya masih terbatas karena penggunaanya hanya dapat dilakukan pada saat persidangan saja. Sedangkan pengaturan terkait illicit enrichment saat ini belum diatur dalam ketentuan perundang – undangan, padahal Indonesia sendiri telah meratifikasi ketentuan illicit enrichment sebagaimana ketentuan Pasal 20  UNCAC. Pro dan kontra terkait penerapan pembuktian terbalik pada illicit enrichment karena ada indikasi bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia ( HAM ) khususnya pada asas presumption of innocence dan non – self incrimination. Meskipun demikian, dengan memperhatikan prinsip hukum lainnya  serta untuk    kepentingan yang lebih luas maka pengaturan illicit enrichment sudah seharusnya diatur dalam ketentuan perundang – undangan di Indonesia. Mengingat tujuan pengaturannya  itu sendiri yakni demi memberantas tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang serta pengembalian aset  - aset yang diperoleh dari tindak pidana tersebut.

Downloads

Download data is not yet available.
Published
2016-07-31
How to Cite
ENDRASWARI, A.A Mirah. PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERAMPASAN ILLICIT ENRICHMENT KAITANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), [S.l.], v. 5, n. 2, p. 392 - 405, july 2016. ISSN 2502-3101. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu/article/view/22435>. Date accessed: 19 nov. 2024. doi: https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i02.p13.
Section
Articles

Keywords

reversal burden of proof; illicit enrichment; human rights; Pembuktian terbalik; illicit enrichment; hak asasi manusia