RISIKO PRODUKTIVITAS AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT
Abstract
Indonesia adalah produsen akar wangi terbesar kedua setelah negara Haiti. Sentra akar wangi terbesar berada di Kabupaten Garut yang mampu menyumbang sekitar 90 persen dari total produksi minyak atsiri akar wangi di Indonesia. Produksi akar wangi segar di Kabupaten Garut mengalami penurunan dari tahun 2012-2016. Hal ini dikarenakan adanya penurunan harga minyak atsiri dunia. Budidaya akar wangi menjadi pekerjaan sampingan bagi sebagian besar petani di Kabupaten Garut karena komoditas ini baru dapat dipanen pada usia 12 bulan. Petani melakukan budidaya menggunakan sistem polikultur dalam satu lahan, dengan harapan petani mampu menghasilkan pendapatan bulanan. Tidak hanya minyak atsiri yang dapat dihasilkan akar wangi, produk kerajinan juga mampu meningkatkan nilai tambah. Penelitian dilaksanakan di empat kecamatan dengan 89 petani akar wangi di Kabupaten Garut. Data yang diambil adalah data produksi di tahun 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah model Just and Pope. Model ini telah mengakomodasi risiko dalam persamaan produksi dengan memasukkan varians dari persamaan produksi. Koefisien variasi digunakan untuk menghitung risiko produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 variabel yang memengaruhi produktivitas akar wangi, diantaranya lahan, bonggol, pupuk kandang, pupuk kimia, dan tenaga kerja. Variabel pupuk kandang, pupuk kimia dan tenaga kerja mampu meningkatkan risiko yang ditunjukkan dengan tanda positif. Sedangkan variabel lahan dan bonggol akar wangiditunjukkan dengan tanda negatif yang berarti dapat mengurangi risiko.