Editorial
Abstract
EDITORIAL
MENDORONG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM UPAYA PROMOSI KESEHATAN
Dinar Lubis*
Departemen Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan, FK, UNUD
*email : dinar.lubis@unud.ac.id
PENDAHULUAN
Memperkuat gerakan masyarakat merupakan salah satu strategi promosi kesehatan yang diamanatkan oleh piagam Ottawa, piagam internasional yang memuat lima strategi pokok promkes (WHO, 1986). Menurut piagam ini, upaya promkes akan lebih efektif apabila masyarakat turut serta dalam melakukan assessment, menyusun prioritas permasalahan dan rencana, terlibat dalam melaksanakan kegiatan, pengawasan dan terlibat dalam evaluasi. Salah satu upaya untuk memperkuat gerakan masyarakat dalam promkes adalah dengan cara mendorong partisipasi masyarakat yang berarti atau meaningful community participation, dengan harapan masyarakat mampu dan memegang kendali atas kesehatannya.
Upaya mendorong partisipasi masyarakat dapat promosi kesehatan dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan, ketrampilan atau skill maupun membuka ruang pada masyarakat untuk dapat berperan sebagai produsen dan konsumen, prosumers, yang secara aktif turut serta dalam upaya upaya promosi kesehatan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta.
Prosumer merupakan istilah yang pertama sekali disampaikan oleh Alvin T offler, seorang Futuris berkebangsaan Amerika pada tahun 1981 (Toffler, 1981). Pada saat istilah prosumer diperkenalkan Toffle menjelaskan bahwa batas antara produsen dan konsumer menjadi kabur, dimana disatu sisi seseorang dapat menjadi pembuat media kampanye kesehatan dan dalam waktu yang bersamaan secara aktif membuat pesan pesan kesehatan pada halaman sosial medianya. Kita mengenal istilah ‘I tweet what I watch’ sebuah istilah yang digunakan untuk melihat menggambarkan situasi dimana seseorang dapat memposting pesan di sosial media dari informasi yang diperolehnya dari media lainnya. Postingan tersebut kemudian di baca, di like ataupun di share oleh pengguna sosial media lainnya.
Konsep prosumen dapat diterapkan dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam promosi kesehatan pada era revolusi industri 4.0 dan perkembangan teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi menghasilkan internet yang dapat membuka peluang bagi masyarakat dari berbagai kalangan untuk mengakses informasi dan diwaktu yang bersamaan juga dapat menghasilkan informasi. Program applikasi (apps) yang terdapat di smart phone, sebagai contoh, membuka peluang seseorang menjadi content creator dari kampanye promosi kesehatan dan diwaktu yang sama juga akan menjadi konsumen dari pesan pesan kesehatan yang ada di Internet.
DISKUSI
Konsep Partisipasi masyarakat dalam promosi kesehatan
Partisipasi masyarakat mempunyai pemahaman yang luas, salah satunya adalah berkaitan dengan keterlibatan masyarakat untuk mempertahanan kesehatannya secara mandiri, bertanggung jawab dengan memanfaatkan sumber daya dan dana yang ada. Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan berkaitan dengan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam melakukan penilaian permasalah, penyusunan rencana, pelaksanaan kegiatan, memantau pelaksaan kegiatan serta melakukan evaluasi. Namun seringkali partisipasi masyarakat dalam sebuah program diartikan secara sempit yang mengukur partisipasi masyarakat hanya dari tingkat penggunaan layanan atau melibatkan masyarakat dalam proses konsultasi penyusunan kegiatan. Namun sayangnya model partisipasi seperti ini tidak akan menjamin peran masyarakat dalam sebuah upaya promkes karena menunjukkan partisipasi yang pasif.
Partisipasi memiliki pengertian yang lebih luas dan mendorong peran aktif masyarakat. Arnstein (1969) mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai distribusi kekuasaan oleh professional/pengambil keputusan kepada anggota masyarakat. Menurut Arstein, partisipasi masyarakat bukan sekedar kehadiran masyarakat dalam sebuah kegiatan namun juga dalam pelibatan masyarakat sebagai mitra pemerintah yang terlibat dalam pengawasan pelaksanaan program pemerintah atau citizen control. Dengan pemahaman ini, masyarakat perlu berpartisipasi dalam proses assesmen, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga pengawasan (controlling) dan evaluasi program.
Tantangan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
Namun terdapat berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat masyarakat dalam berpartisipasi dalam promosi kesehatan maupun upaya kesehatan masyarakat secara umum. Kurangnya pengetahuan, kurangnya pengalaman dalam manajemen proyek, keterbatasan waktu, dana dan daya serta adanya gap social dan ekonomi antara masyarakat dan pemerintah merupakan beberapa hal yang menjadi penghambat partisipasi masyarakat. Misalnya, bahwa penggunaan dana desa masih belum terserap secara maksimal untuk kegiatan UKBM, oleh karena kurangnya pemahaman aparat pemerintahan desa, sebagai perwakilan masyarakat dalam menggunakan dana desa untuk UKBM.
Partisipasi masyarakat dalam promosi kesehatan juga dapat terhambat oleh karena norma sosial seperti stigma, khususnya pada kelompok kelompok yang termarginalkan (Cornish, 2006). Ketimpangan sosial yang dihadapi oleh kelompok yang termargiinalkan mengakibatkan terjadinya gap tingkat pendidikan, tingkat ekonomi serta stigma yang melekat pada komunitas ini (Cooke, 2001). Ketimpangan sosial yang mengakibatkan diskriminasi dan stigma turut mempengaruhi kemauan dan kemampuan mereka untuk mengakses layanan kesehatan dan keterlibatan dalam kegiatan kegiatan promosi kesehatan. Akibatnya adalah walaupun fasilitas kesehatan sudah disediakan khusus untuk melayani kelompok marginal ini, mereka kemungkinan tidak akan secara otomatis mengakses layanan tersebut
Untuk mengatasi hambatan ini, perlu ada upaya pemberdayaan masyarakat. Kegiatan pemberdayaan yang dapat dilakukan dapat berupa peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap sebuah issu kesehatan hingga pelibatan masyarakat dalam program kesehatan sejak tahap perencanaan, pelaksanan (organizing), actuating dan controlling (POAC) dan evaluasi program kesehatan. Salah satu contoh yang baik dalam pemberdayaan pada komunitas pekerja seks perempuan di India untuk menurunkan resiko HIV. Dengan adanya upaya pemberdayaan masyarakat, dirasakan adanya peningkatan partisipasi komunitas pekerja seks perempuan di Sonagachi dalam empat dimensi partisipasi yaitu 1) berpartisipasi dalam bentuk mengakses layanan, 2) partisipasi dalam menyediakan layanan proyek, 3) berpartisipasi dalam menyusun kegiatan dari projek dan 4) berpartisipasi dalam menyusun tujuan kegiatan (Jana et al., 2004).
PENUTUP
Kemajuan teknologi internet dan revolusi 4.0, menuntut kreatifitas pemerintah/penyelenggara kesehatan serta kemitraan dan kolaborasi dengan masyarakat. Internet menyediakan banyak ruang bagi masyarakat untuk dapat berperan aktif dalam bidang kesehatan. Untuk dapat memanfaatkan kemajuan teknologi ini dalam upaya promosi kesehatan, perlu adanya perubahan paradigma dari penyelenggara. Jika selama ini paradigma yang digunakan adalah melihat masyarakat sebagai pengguna atau konsumen, adalah perlu untuk mentransformasikan pemikiran kearah model prosumer, dimana melihat masyarakat sebagai mitra kerja dalam penyelenggara upaya promkes.
Untuk itu masyarakat perlu diberi ruang untuk aktif mengeluarkan ide, rencana, pemikiran dan juga aktif bersama sama dengan professional kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan. Masyarakat perlu menjadi partner kerja dari pemerintah maupun professional dalam menyusun program, melaksanakan program. Pendekatan yang dilakukan sebaiknya tidak sekedar menggunakan model konsultasi ataupun sekedar meletakkan masyarakat pada pengguna layanan saja. Namun sebaiknya memberikan ruang bagi masyarakat sebagai partner dalam menyusun program program kesehatan (codesign), menjadi mitra pemerintah dalam merancang, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi upaya promkes. Dengan demikian diharapkan masyarakat akan semakin mandiri dalam mempertahankan kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA
ARNSTEIN, S. R. 1969. A Ladder Of Citizen Participation. Journal of the American Institute of Planners, 35, 216-224.
COOKE, B. 2001. The social psychological limit of participation In: COOKE, B. & KOTHARI, U. (eds.) Participation : The new tyranny. London ; New York Zed Books.
CORNISH, F. 2006. Empowerment to participate: a case study of participation by Indian sex workers in HIV prevention. J Community Appl Soc Psychol, 16.
JANA, S., BASU, I., ROTHERAM-BORUS, M. J. & NEWMAN, P. A. 2004. The Sonagachi Project: a sustainable community intervention program. AIDS Educ Prev, 16.
TOFFLER, A. 1981. The third wave, New York, Bantam Book.
WHO 1986. Ottawa charter for health promotion. 21 November 1986 ed. Geneva: WHO.