MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) SEBAGAI LANGKAH AWAL PERIKATAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)
Abstract
Tujuan dari publikasi jurnal ini adalah sebagai bentuk pemberi pahaman pentingnya memahami ketentuan-ketentuan dalam Memorandum of Understanding (MoU) sebagai perjanjian pendahuluan dalam Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) agar tidak ada pihak yang terbebani dalam melakukan kegiatan penanaman modalnya, serta menganalisis ketentuan-ketentuan dalam proses hukumnya jika salah satu pihak melanggar memorandum tersebut. Penulis menggunakan metode penelitian normatif yang disajikan dengan deskriptif kualitatif, menggunakan sumber data sekunder dan melalui pengumpulan data studi pustaka/ dokumen. Hasil penelitian mengemukakan bahwa dibentuknya MoU pada tahap awal kegiatan Penanaman Modal dalam Negeri diperlukan untuk menjadi acuan upaya melakukan studi kelayakan sebelum sepakat pada perjanjian yang lebih mendalam serta memastikan seluruh pihak partisipan penanaman modal dalam negeri memiliki pemahaman awal sebelum berkomitmen pada perjanjian yang lebih formal dan mengikat di kemudian hari. Namun, hukum positif Indonesia sendiri belum mengatur mengenai MoU secara spesifik yang menyebabkan potensi celah permasalahan dalam pelaksanaannya. Wanprestasi yang terjadi dalam kegiatan Penanaman Modal dalam Negeri dapat diselesaikan dengan cara (1) Penggantian rugi, (2) Alternative Dispute Resolution (ADR), dan (3) litigasi, sebagai langkah akhir apabila tidak menemukan titik temu penyelesaian wanprestasi. Guna mencegah terjadinya wanprestasi dalam penanaman modal dalam negeri, pihak terkait harus lebih teliti dan hati-hati dalam mengkaji MoU. Selain itu, pemerintah perlu membuat aturan khusus MoU demi kepastian hukum di Indonesia.
The objective of this journal publication is to provide insight into the importance of understanding the provisions within a Memorandum of Understanding (MoU) as a preliminary agreement in Domestic Investment (PMDN), to ensure that no party is disadvantaged during the investment process. It also seeks to analyze the legal provisions governing potential breaches of the MoU. The author adopts a normative research method presented in a qualitative descriptive manner, utilizing secondary data sources through literature/document studies. The research findings reveal that establishing an MoU at the initial stage of domestic investment activities is necessary as a reference for conducting feasibility studies before agreeing to a more detailed contract. It also ensures that all parties involved in domestic investment have a clear preliminary understanding before committing to a more formal and binding agreement later on. However, Indonesian positive law does not yet specifically regulate MoUs, creating potential legal gaps in their implementation. In cases of breach of contract in domestic investment activities, resolution may be sought through (1) compensation, (2) Alternative Dispute Resolution (ADR), and (3) litigation, as the final recourse if no settlement is reached. To prevent breaches in domestic investment, parties must exercise greater care and thoroughness in reviewing the MoU. Additionally, the government should enact specific regulations concerning MoUs to ensure legal certainty in Indonesia.