UPAYA ATAS KEPUTUSAN FIKTIF POSITIF PEJABAT TATA USAHA NEGARA PASCA JUDICIAL REVIEW UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
Abstract
Studi ini bertujuan mengidentifikasi kepastian hukum keputusan fiktif positif (Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Pasca judicial review UU Cipta Kerja) dan bentuk sarana perlindungan hukum yang dapat digunakan masyarakat apabila tidak diterbitkannya keputusan terhadap permohonan yang dianggap dikabulkan (fiktif positif) pasca judicial review UU Cipta Kerja. Studi ini memakai metode penelitian hukum normatif, pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Hasil dari studi (1) Terhadap Pasal 53 UUAP pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU Cipta Kerja terdapat kekosongan hukum yang menimbulkan ketidakpastian hukum kepada masyarakat dan berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan pemerintah atas masyarakat, karena semakin singkatnya waktu memproses permohonan yang berpotensi terdapatnya keputusan yang diterbitkan dengan tergesa-gesa dan tidak cermat, tidak diatur mekanisme untuk mendapatkan keputusan dan/atau tindakan atas fiktif positif, tidak ada aturan pelaksana yang sudah diperintahkan, serta tidak ada lagi lembaga independen yang mampu memaksa dan memberikan jaminan agar badan dan/atau pejabat pemerintah menetapkan keputusan atau melaksanakan tindakan atas fiktif positif. (2) Sarana Perlindungan hukum yang dapat dilakukan masyarakat untuk mendapatkan penyelesaian jika terjadi fiktif positif yaitu melakukan pengaduan secara tertulis kepada penyelenggara pelayanan publik dan Lembaga Ombudsman.
This Study, intends to identifies the legal certainty of positive fictitious (Article 53 Government Administration Act after enactment of Cipta Kerja Act) and the kind of legal protection facilities that can be used by the public if a decision is not issued on an application deemed granted (positive fictitious) after enactment of Cipta Kerja Act. This study uses normative legal research method with a statutory and conceptual approach. The results of the study is : (1) Towards Article 53 of UUAP after enactment of Cipta Kerja Act and after the Mahkamah Konstitusi decision, there is a legal vacuum that creates legal uncertainty and has potential to cause government arbitrariness over the society, bacause shorter processing time for application may be cause decisions published hastily and carelessly, there is no regulated mechanism for obtaining decisions and/or actions on positive fictitious, there are no regulation that have been ordered by this Act, and there are no longer independent institutions has capable of coercing and providing guarantees that the government will issue a decision or take action upon the positive fictitious. (2) Legal protection facilitie, that can be used by the society to get solution for a positive fictitious is making a written complaint to the public service provider and to the Ombudsman.