IMPLIKASI PERLUASAN HAK IMUNITAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PRINSIP EQUALITY BEFORE THE LAW
Abstract
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut UU MD3 yang diundangkan pada bulan maret tahun 2018 lalu menuai perdebatan publik dikarenakan beberapa ketentuan yang termuat di dalam UU MD3 tersebut dianggap suatu kemunduran demokrasi ditambah lagi dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yang tidak bersedia menandatangani UU MD3 tersebut. Adapun salah satu isu yang kontroversial yaitu mengenai hak imunitas anggota DPR yang meluas, hal tersebut termuat dalam Pasal 245 ayat (1) yakni pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR dalam hal terjadinya tindak pidana yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan tugas harus mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk selanjutnya mendapat persetujuan tertulis dari presiden. Adapun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perluasan hak imunitas anggota DPR dan Bagaimana keterkaitan perluasan hak imunitas tersebut dalam prinsip equality before the law yang dianut di Indonesia? Adapun penulisan jurnal ini menggunakan metode yuridis normatif, hasil analisis kedua permasalahan tersebut adalah Pasal 245 ayat (1) UU MD3 mengakibatkan meluasnya hak imunitas anggota DPR karena hak imunitas tersebut juga berlaku diluar tugas dari anggota DPR yang mana hal tersebut bertentangan dengan hakekat hak imunitas yang bertujuan untuk melindungi anggota DPR dalam menjalankan tugasnya agar tidak mudah dikriminalkan. Selanjutnya Mahkamah konstitusi berpendapat bahwa ada diskriminasi atas dasar status jabatan publik dan bertentangan dengan prinsip non diskriminasi dan persamaan di muka hukum.
Kata kunci: Dewan Perwakilan Rakyat, Hak imunitas, Persamaan di muka hukum.