PSIKOTIK NON-ORGANIK PADA PASIEN DENGAN TULI KONDUKSI: SEBUAH LAPORAN KASUS

  • Pande Nyoman Anom Dharma Wicaksana

Abstract

Gangguan psikotik non-organik ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat dengan
melakukan wawancara yang baik. Pada pasien dengan gangguan pendengaran
khususnya tuli konduksi maka perlu berbagai pertimbangan dalam menegakkan
diagnosis. Pentingnya hubungan pasien dan dokter yang baik dan kesamaan dalam
pemahaman bahasa serta waktu untuk melakukan observasi lebih ditekankan. Diagnosis
tuli konduksi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
ditemukannya ruptur gendering telinga pada pasien. Dilakukan pula tes bisik dan tes
garputala. Pada penatalaksanaan penting untuk melakukan penatalaksanaan psikotik
dengan pemberian obat antipsikotik pada pasien berupa Chlorpromazine 1 x 50 mg  P.O
(malam), Stelazine 2 x 5 mg  P.O (pagi-malam), untuk menekan efek ekstrapiramidal
diberikan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg P.O (malam), diberikan pula psikoterapi namun
dengan cara yang lebih mungkin pada pasien dengan tuli konduksi, KIE suportif pasien
dan keluarga. Penanganan tuli konduksi sendiri dapat dialakukan timpanoplasti.


Downloads

Download data is not yet available.

Author Biography

Pande Nyoman Anom Dharma Wicaksana
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
How to Cite
DHARMA WICAKSANA, Pande Nyoman Anom. PSIKOTIK NON-ORGANIK PADA PASIEN DENGAN TULI KONDUKSI: SEBUAH LAPORAN KASUS. E-Jurnal Medika Udayana, [S.l.], p. 484-492, may 2015. ISSN 2303-1395. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8517>. Date accessed: 22 nov. 2024.

Keywords

psikotik, tuli konduksi