KONSTITUSIONALITAS PENGANUT ALIRAN KEPERCAYAAN KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Abstract
Tujuan studi ini untuk mengkaji konstitusionalitas penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi 97/PUU-XI/2016 karena secara empiris masih terdapat diskriminasi terhadap penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan YME setelah Putusan Mahkamah Konstitusi diberlakukan. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil studi menunjukkan bahwa masih terdapat diskriminasi kepada penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan YME meskipun Putusan Mahkamah Konstitusi 97/PUU-XI/2016 sudah diberlakukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yakni tidak diketahuinya soal Putusan Mahkamah Konstitusi oleh dinas-dinas terkait, artinya tidak terdapat kordinasi antara jajaran pemerintahan. Kedudukan Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan sejajar dengan undang-undang karena pengujian uji materiil ke Mahkamah Konstitusi yaitu pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga Putusan MK kedudukannya sejajar dengan undang-undang dalam hal ini Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Harmoniasi peraturan perundang-undangan sangat dibutuhkan dalam hal ini dengan segera melakukan perubahan materi muatan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan oleh DPR dan Presiden dan segera melakukan sosialiasi agar hak-hak konstitusional warga negara dapat terpenuhi.
The purpose of this study is to examine the constitutionality of adherents of the belief in God Almighty (YME) after the Constitutional Court Decision 97/PUU-XI/2016 because empirically there is still discrimination against adherents of the belief in God Almighty after the Constitutional Court's decision was enforced. This study uses a normative legal research method with a statutory and conceptual approach. The results of the study show that there is still discrimination against adherents of the belief in God Almighty even though the Constitutional Court Decision 97/PUU-XI/2016 has been enacted. This is due to several things, namely the lack of knowledge about the Constitutional Court Decision by the relevant agencies, meaning that there is no coordination between government ranks. The position of the Constitutional Court Decision can be said to be parallel to the law because the judicial review of the Constitutional Court is the judicial review of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia so that the Constitutional Court's decision has an equal position with the law in this case Law Number 23 Year 2006 concerning Population Administration. Harmonization of laws and regulations is urgently needed in this regard by immediately making changes to the content of Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration by the DPR and the President and immediately conducting socialization so that the constitutional rights of citizens can be fulfilled.