PROBLEMATIKA HAK WARIS TANAH ADAT TORAJA DALAM PERSPEKTIF HUKUM AGRARIA NASIONAL
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status hukum tanah adat Toraja dalam sistem hukum agraria nasional serta menganalisis dinamika pewarisan dan penyelesaian sengketa waris atas tanah adat di wilayah Toraja. Fenomena ini mencerminkan pertemuan antara hukum adat yang bersifat komunal dan hukum nasional yang cenderung formalistik, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan hukum, sosial, dan administratif. Secara yuridis normatif , ditemukan bahwa adanya ketidakjelasan dalam status hukum tanah ulayat, titik perbedaan penafsiran terhadap norma adat, serta minimnya literasi hukum masyarakat menjadi faktor dominan penyebab sengketa waris tanah adat. Di sisi lain, penyelesaian sengketa secara adat, dapat dilakukan melalui musyawarah, mediasi, dan konsiliasi, terbukti lebih diterima dan efektif dalam konteks masyarakat Toraja karena mencerminkan nilai-nilai keadilan substantif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa harmonisasi antara hukum adat dan hukum nasional menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan keadilan agraria yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan strategi perlindungan hak tanah adat yang berbasis pada penguatan kelembagaan adat, peningkatan literasi hukum, serta reformasi kebijakan pertanahan yang inklusif dan kontekstual.
This study aims to examine the legal status of Torajan customary land within the framework of the national agrarian law system and to analyze the dynamics of inheritance and the resolution of inheritance disputes over customary land in the Toraja region. This phenomenon reflects the intersection between communal customary law and the more formalistic national legal system, giving rise to various legal, social, and administrative challenges. Through a normative juridical approach, it is found that the legal uncertainty surrounding ulayat land status, differing interpretations of customary norms, and low legal literacy among the community are dominant factors contributing to inheritance disputes over customary land. On the other hand, customary dispute resolution methods—such as deliberation, mediation, and conciliation—are more widely accepted and effective in the Torajan context, as they reflect the values of substantive justice. This research concludes that harmonization between customary law and national law is urgently needed to achieve sustainable agrarian justice. Therefore, strategies are required to protect customary land rights by strengthening customary institutions, enhancing legal literacy, and reforming land policies to be more inclusive and context-sensitive.