BENTUK PERSETUJUAN UNTUK PENGGUNAAN POTRET: PERBANDINGAN ASAS KONSENSUALISME DALAM HAK CIPTA

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap kesenjangan norma dalam KUH Perdata yang memungkinkan persetujuan untuk diberikan dalam bentuk tidak tertulis dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta yang mensyaratkan bentuk persetujuan tertulis untuk penggunaan potret untuk kepentingan komersil. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa persetujuan tidak tertulis tetap sah jika dilihat dari kacamata hukum keperdataan, dan ketentuan dalam Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta seharusnya ditafsirkan dengan cara yang lebih progresif agar tetap bisa mengikuti perkembangan industri periklanan. Penafsiran secara progresif ini diperlukan untuk menjadi jawaban atas disparitas antara ketentuan KUH Perdata dengan Undang-Undang Hak Cipta sambil tetap memastikan kehadiran perlindungan hukum untuk industri periklanan dan para pelakunya.

This paper aims to analyze the normative gap between the Indonesian Civil Code, which allows consent to be given in an unwritten form, and the provision of Article 12 of the Copyright Law, which requires written consent for the use of a portrait in commercial contexts. The method used is normative legal research. The findings indicate that unwritten consent remains valid from a civil law perspective, and the provision in Article 12 of the Copyright Law should be interpreted more progressively in order to remain compatible with developments in the advertising industry. Such a progressive interpretation is necessary to address the disparity between the Civil Code and the Copyright Law while ensuring the continued presence of legal protection for the advertising industry and its stakeholders.