Penetapan Berat dan Aturan Pelaksanaan Denda dalam Perundang-undangan dan Implikasinya terhadap Eksekusi Denda oleh Jaksa
Abstract
This study aims to analyze the determination of the severity of criminal finse and their alternative sanction for an unpaid fine in legislations as well as the effectiveness of the execution of fine by the public prosecutor. This research employed both doctrinal and empirical legal research using literature study, interview and document to obtain the data. The result of this research concluded that the weight of fine set by environmental, economic, and financial laws for individual perpetrator varied ranging from fine amounted 5 billion IDR to 200 billion IDR. The system of tightening fine for corporation contained three patterns, namely setting the maximum weight of fine, establishing a system of fine foldable from the primary threat of criminal sanction that is violated, and adding one third and two third of fine from the primary threat of the criminal sanction. The maximum fine for both individual and corporation tended to cause disparity of sentencing and undermine proportionality of punishment. Most of the Laws did not promulgate the alternative sanction for an unpaid fine. Even if it was existed, this alternative did not distinguish for individual and corporation as well as the nature of perpetrator and offense. As a result, the execution of fine by the public prosecutor was ineffective because inmates would rather serve a prison sentence in a relatively short period of time than pay fine.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis penetapan beratnya pidana denda dan aturan pelaksanaannya dalam perundang-undangan serta efektifitas eksekusi denda oleh jaksa penuntut umum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doctrinal dan empiris dengan menggunakan studi literatur, wawancara, dan studi dokumen untuk memperoleh data. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa beratnya ancaman denda yang ditetapkan oleh (pembentuk) Undang-undang bidang lingkungan, ekonomi, dan keuangan untuk orang perorangan bervariasi mulai dari denda paling banyak 5 miliar hingga 200 miliar. Sistem pengancaman denda bagi korporasi memuat tiga pola, yaitu menetapkan bobot denda maksimal, menetapkan sistem denda kalilipat dari ancaman pidana pokok yang dilanggar, dan menambahkan 1/3 dan 2/3 denda dari ancaman pidana pokok yang dilanggar. Beragamnya berat denda maksimal bagi orang perorangan maupun korporasi cenderung menimbulkan disparitas pidana dan melanggar prinsip proporsionalitas pidana. Besarnya denda tersebut juga tidak diikuti dengan aturan pelaksanaan denda. Kalaupun ada aturan pelaksanaan denda, aturan tersebut tidak dibedakan untuk orang perorangan dan korporasi serta tidak disesuaikan dengan karakteristik pelaku dan delik. Akibatnya, eksekusi denda oleh jaksa penuntut umum tidak efektif karena narapidana lebih memilih menjalani pidana penjara dalam waktu yang relatif singkat daripada harus membayar denda.
Downloads
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law of Journal) by Faculty of Law Udayana University is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.