Pendapatan Desa Adat : Kontruksi Hukum Pungutan Untuk Mewujudkan Bebas Pungutan Liar
Abstract
The Bali Province Regulation No. 3 2001 Article 10 paragraph (1) stated that village income is one of the other legitimate income. In the article there is uncertainty in the meaning of Article 10 paragraph (1) letter e, because in the explanation clause there is no further explanation about “other legitimate income”. Traditional villages use natural resources in their area such as tourist areas as village income. In the Presidential Regulation No. 87 of 2016 about the Illegal Levy Eradication Task Force, the levies carried out by Pakraman village against retribution to tourist areas are categorized as illegal levies by the task force teams as happened at the sunrise beach. This study aims to understand and explore the legal protection within the levies carried out on tourism objects and the urgency of the legal protection for Pakraman village to collect retribution from tourist attractions in the area of ??Pakraman village or adat village. This study used normative legal research methods. The results of this study are based on Act No. 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Retributions, stated that for tourist area entrance fees are regulated in Article 127 (i), which should be managed by the regional government, because it is a statutory mandate.. For example 2 tourist attractions, Tanah Lot in Tabanan and Taman Ayun in Badung. This management model is needed by the government and Pakraman village to avoid indications of extortion. The urgency of the legal regulation here is very much needed by Adat village.
Dalam Perda Provinsi Bali No 3 2001 Pasal 10 ayat (1) telah disebutkan bahwa pendapatan desa salah satunya adalah pendapatan lainnya yang sah. Dalam pasal tersebut terjadi ketidakjelasan makna dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e, karena dilihat dalam penjelasannya tidak ada penjelasan lebih lanjut dengan apa yang dinamakan pendapatan lain yang sah. Desa adat memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerahnya seperti kawasan wisata sebagai pendapatan desa. Dalam Peraturan presiden No 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Dan Pungutan Liar, pungutan yang dilakukan oleh desa Pakraman terhadap retribusi masuk kawasan wisata dikategorikan sebagai pungutan liar oleh tim saber pungli seperti yang terjadi di pantai matahari terbit.Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendalami payung hukum dalam pungutan yang dilakukan pada obyek pariwisata dan urgensi dari payung hukum bagi desa Pakraman untuk melakukan pemungutan retribusi masuk kawasan obyek wisata yang ada di kawasan desa Pakraman atau desa adat. Penelitian ini mengunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian ini adalah dilihat dari Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa untuk pungutan masuk kawasan wisata sudah diatur dalam Pasal 127 huruf i, yang seharusnya dikelola oleh pemerintah daerah karena merupakan mandat peraturan perundang- undangan. Mengambil contoh 2 tempat wisata yaitu Tanah Lot yang ada di Kabupaten Tabanan dan Taman Ayun yang berada di wilayah Kabupaten Badung. Model pengelolaan seperti ini lah yang diperlukan oleh pemerintah dan desa Pakraman untuk menghindari indikasi Pungli. Urgensi payung hukum disini sangat diperlukan oleh desa adat.
Downloads
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law of Journal) by Faculty of Law Udayana University is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.