https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/issue/feedCAKRA KIMIA (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)2023-12-12T06:24:40+00:00Redaksis2kimiaterapan@unud.ac.idOpen Journal Systems<p>Jurnal ini merupakan jurnal elektronik di bidang kimia terapan yang dikelola oleh Magister Kimia Terapan, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Bali. Jurnal ini memuat artikel-artikel penelitian yang berhubungan dengan Kimia Terapan yang meliputi Kimia Analitik, Kimia Polimer, Biokimia, Kimia Bahan Alam, Kimia Fisik, Kimia Permukaan, Biomaterial,dan bidang-bidang terkait. Jurnal ini akan terbit 2 kali dalam setahun yaitu pada bulan Mei dan Oktober. Jurnal ini terbuka untuk diakses oleh semua kalangan (Open Access Journal)</p> <p><a href="https://doaj.org/toc/2302-7274?rss" target="_blank"><img src="http://ijaps.usm.my/wp-content/uploads/2015/09/doaj-logo-usm.jpg" alt=""></a> <a href="https://scholar.google.co.id/citations?user=nEZ-rPkAAAAJ&hl=en&authuser=1" target="_blank"><img src="http://www.lib.rpi.edu/images/google_scholar/google_scholar_logo.JPG" alt=""></a> <a href="http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewjournal&journal=912" target="_blank"><img src="http://id.portalgaruda.org/images/logoGaruda-kecil.png" alt="Logo IPI"></a></p>https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110207 INTELIGENT INDIKATOR pH BERBASIS ANTOSIANIN LIMBAH KULIT BAWANG MERAH UNTUK DETEKSI KESEGARAN UDANG2023-12-07T13:04:13+00:00Apriani Amsikanaprianiamsikan123@gmail.comRisna Erni Yati Aduaprianiamsikan123@gmail.comGebhardus D. Gelyamanaprianiamsikan123@gmail.com<p><strong>ABSTRAK</strong>: Tingkat kesegaran udang dalam kemasan sulit terdeteksi oleh konsumen tanpa membuka kemasan, sehingga dibutuhkan pengembangan indicator visual berbasis perubahan pH. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan indicator visual yang dapat mendeteksi perubahan pH akibat perubahan kesegaran udang. Indikator pH difabrikasi dari polimer selulosa dan ekstrak kulit bawang merah melalui metode <em>solution casting</em>. Karakteristik film ditentukan menggunakan FTIR dan SEM. Respon film diuji terhadap larutan buffer pH yang berbeda dan sampel udang selama masa penyimpanan. Hasil karakterisasi film menunjukkan adanya serapan gugus spesifik selulosa dan antosianin yaitu -OH, CH, C-O-C, C=C. Analis SEM menunjukkan bahwa film dengan ekstrak antosianin memiliki permukaan yang homogen. Film menghasilkan perubahan warna dari orange kemerahan menjadi merah kecoklatan seiring dengan perubahan pH sampel dari 7,93 sampai 10,26. Film selulosa antosianin berpotensi digunakan sebagai indikator untuk mendeteksi kesegaran udang.</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT: </strong>It is a difficult thing for consumers to detect the freshness level of packaged shrimp without opening the package, so a visual indicator based on pH changes is needed to develop. This study aims to produce a visual indicator that can detect pH changes due to changes of shrimp freshness. The pH indicator was fabricated from cellulose polymer and shallot skin extract through solution casting method. Film characteristics were determined by using FTIR and SEM. Film response was tested against different pH buffer solutions and shrimp samples during storage. The results of FTIR characterization showed specific absorption for cellulose and anthocyanin groups, namely -OH, CH, C-O-C, C=C. SEM analysis showed that the films with anthocyanin extracts had a smooth and compact surface. The film gave a color change from reddish orange to brownish red along with pH changes of sample from 7.93 to 10.26. Anthocyanin cellulose film has the potential to be used as a real-time indicator to detect shrimp freshness</p>2023-12-07T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110210 PEMANFAATAN BIJI PEPAYA (Carica papaya L) TERAKTIVASI H2SO4 SEBAGAI BIOSORBEN DALAM PENGOLAHAN AMONIA PADA LIMBAH CAIR TAHU2023-12-11T08:12:23+00:00Oka Ratnayaniokaratnayani@unud.ac.idKartika Simanjuntakkartikasimanjuntak080@gmail.comNi Made Puspawatimade_puspawati@unud.ac.id<p><strong>ABSTRAK</strong>: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik biosorben biji pepaya tanpa aktivasi dan teraktivasi H<sub>2</sub>SO<sub>4 </sub>10% yang meliputi luas permukaan, keasaman permukaan dan situs aktif, dan juga menentukan efisiensi adsorpsi amonia limbah cair tahu serta daya serap adsorpsinya pada kondisi optimum. Biosorben teraktivasi dibuat dengan cara merendam biji pepaya dalam larutan H<sub>2</sub>SO<sub>4 </sub>10% selama 12 jam. Hasil penelitian menunjukkan luas permukaan spesifik biosorben tanpa aktivasi dan teraktivasi asam sulfat masing-masing sebesar 10,9416 m<sup>2</sup>/g dan 56,3179 m<sup>2</sup>/g. Keasaman permukaan masing-masing biosorben tanpa aktivasi dan teraktivasi adalah 1,7944 mmol/g dan 3,1880 mmol/g. Situs aktif biosorben tanpa aktivasi dan teraktivasi masing-masing adalah 10,8058 x 10<sup>20 </sup>molekul/g dan 19,1981 x 10<sup>20</sup> molekul/g. Kondisi optimum yang didapatkan untuk mengadsorpsi amonia limbah cair tahu yaitu pada waktu kontak 90 menit dengan berat biosorben sebanyak 0,5 gram. Efisiensi dan daya serap adsorpsi amonia pada kondisi optimum menggunakan biosorben tanpa aktivasi adalah 51,02% dan 0,2951 mg/g, sedangkan menggunakan biosorben teraktivasi masing-masing sebesar 82,63%, dan 0,4779 mg/g. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa efisiensi dan daya serap adsorpsi amonia pada kondisi optimum menggunakan biosorben teraktivasi asam sulfat lebih tinggi daripada biosorben tanpa aktivasi.</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT</strong>: The purpose of this study was to characterize the non-activated and activated papaya seed biosorbents, that included the surface area, surface acidity and active sites, as well as to determine the adsorption efficiency and capacity of ammonia (in the form of ammonium ions) of the tofu liquid waste. Activated biosorbents were prepared by soaking papaya seeds in a H<sub>2</sub>SO<sub>4 </sub>10% solution for 12 hours. The results showed the specific surface area of the biosorbents without activation and activated with H<sub>2</sub>SO<sub>4 </sub>10% was 10.9416 m<sup>2</sup>/g and 56.3179 m<sup>2</sup>/g, respectively. The surface acidity of non-activated and activated biosorbents was 1.7944 mmol/g and 3.1880 mmol/g, respectively. The active sites of non-activated and activated biosorbents were 10.8058 x 10<sup>20 </sup>molecules/g and 19.1981 x 10<sup>20</sup> molecules/g, respectively. The optimum conditions required to adsorb the ammonia of the tofu liquid waste were at a contact time of 90 minutes with the biosorbent mass of 0.5 grams. The adsorption efficiency and capacity at the optimum conditions for the non-activated biosorbent were 51.02% and 0.2951 mg/g, respectively, while for activated biosorbents were 0.4779 mg/g and 82.63%, respectively. The adsorption efficiency and capacity activated biosorbents were higher than the non-activated ones.</p>2023-12-07T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110211 SINTESIS GRAFENA OKSIDA TEREDUKSI BERBAHAN DASAR CANGKANG BIJI KARET DAN SEKAM PADI SERTA KOMPOSITNYA DENGAN METODE HUMMER TERMODIFIKASI2023-12-07T13:20:11+00:00Devi Indah Anwardeviindahanwar@ummi.ac.idLela Lailatul Khumaisahdeviindahanwar@ummi.ac.idEri Rizki Haryadideviindahanwar@ummi.ac.id<p><strong>ABSTRAK</strong>: Grafena merupakan material dua dimensi monoatomik dari satu lapis grafit dengan ketebalan sekitar satu atom karbon yang memiliki transparansi optik hingga 97.7%. Kegunaan grafena diantaranya adalah sebagai antibakteri, adsorben, biosensor, dan kapasitor. Metode sintesis grafena sudah banyak dilakukan diantaranya menggunakan metode <em>Chemical Vapor Decomposition</em> (CVD), <em>micromechanical ekfoliation</em> (ME) dan metode Hummer. Namun beberapa metode tersebut memiliki banyak kekurangan yakni waktu yang diperlukan cukup lama, biaya yang relatif tinggi, serta dapat menghasilkan gas beracun seperti NO<sub>2</sub> dan N<sub>2</sub>O<sub>4</sub>. Alternatif metode yang dapat digunakan adalah metode Hummer termodifikasi dengan mengganti NaNO<sub>3</sub> dengan H<sub>3</sub>PO<sub>4</sub> yang akan menghasilkan material grafena berupa grafena oksida tereduksi (rGO). Adapun bahan dasar sintesis grafena yang digunakan pada penelitian ini berasal dari cangkang biji karet (CBK) dan sekam padi (SP). Hal ini dikarenakan CBK mengandung 48.64% selulosa dan 21.60% lignin. Sedangkan 38% selulosa, 18% hemiselulosa, 22% lignin dan 19% silika oksida terkandung pada sekam padi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mensintesis grafena oksida tereduksi (rGO) dari cangkang biji karet, sekam padi dan komposit keduanya (KCS), serta mengkarakterisasi rGO yang terbentuk menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan FTIR. Berdasarkan hasil analisis XRD diperoleh sudut difraksi 2? dari rGO CBK, SP, dan KCS berturut-turut 23.5, 21.2, dan 24.3° dengan kristalinitas sebesar 17%, 13%, dan 10%. Hasil tersebut menunjukan sifat material yang amorf. Pada karakterisasi FTIR menunjukkan perubahan struktur pada rGO setelah direduksi dengan berkurangnya atom O serta hilangnya gugus O-H yang terdapat pada rGO.</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT</strong>: Graphene is a monoatomic two-dimensional material made of one layer of graphite with a thickness of about one carbon atom which has an optical transparency of up to 97.7%. The uses of graphene itself include being an antibacterial, adsorbent, biosensor, and capacitor. Many graphene synthesis methods have been carried out, including using the Chemical Vapor Decomposition (CVD) method, micromechanical exfoliation (ME) and the Hummer method. However, some of these methods have many drawbacks, namely the time required is quite long, the cost is relatively high and can produce toxic gases such as NO<sub>2</sub> and N<sub>2</sub>O<sub>4</sub>. An alternative method that can be used is the modified Hummer method by replacing NaNO<sub>3</sub> with H<sub>3</sub>PO<sub>4</sub> and producing graphene material which is formed in the form of reduced graphene oxide (rGO), because it has a very good content. The content in the rubber seed shell is 48.64% cellulose and 21.60% lignin. Meanwhile, 38% cellulose, 18% hemicellulose, 22% lignin and 19% silica oxide are contained in rice husks. The aims of this study were to synthesize graphene from rubber seed shells, rice husks and their composite (KCS), as well as to characterize the rGO formed using X-Ray Diffraction (XRD) and FTIR. Based on the results of XRD analysis, the diffraction angle of 2? from rGO CBK, SP, and KCS was 23.5, 21.2, and 24.3° respectively with crystallinities of 17%, 13%, and 10%. These results indicate the amorphous nature of the material. In FTIR characterization, it shows changes in the structure of rGO after being reduced by reducing O atoms and the loss of O-H groups present in rGO.</p>2023-12-07T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110215 PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY DENGAN METODE FENTON2023-12-07T13:30:28+00:00Oki Setiawanokisetiawan@umg.ac.idEsty Qorry Widayantiestyqorry01@gmail.com<p><strong>ABSTRAK :</strong> Saat ini penggunaan detergen semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk setiap tahunnya, serta berkembang pesatnya usaha rumah tangga, termasuk jasa laundry. Deterjen adalah bahan kimia yang mengandung surfaktan, digunakan sebagai bahan pembersih rumah tangga, industri, dll. Air limbah laundry mengandung fosfat, amonia, nitrogen dan Total Suspended Solid (TSS), Turbidity dan kebutuhan Biological Oxygen Demand (BOD). dan kebutuhan Chemical Oxygen Demand (COD) dengan konsentrasi yang tinggi. Tujuan pengolahan limbah adalah untuk menghilangkan kontaminan dari limbah, baik industri maupun domestik. Metode Fenton merupakan salah satu kebaharuan teknologi Advance Oxidation Process (AOPs), dimana pada reaksi fenton akan terbentuk gugus radikal hidroksil yang dapat mendegradasi polutan organik dan anorganik yang terkandung dalam limbah cair. Hasil penelitian pengolahan limbah cair <em>laundry</em> dengan metode Fenton pada perbandingan rasio H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>/COD memberikan efisiensi penyisihan COD tertinggi terjadi pada rasio 10:1 (g/g) dengan presentase penyisihan sebesar 78%, sedangkan untuk perbandingan rasio H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>/Fe<sup>2+ </sup>memberikan efisiensi penyisihan COD tertinggi terjadi pada rasio 5:1 (g/g) dengan presentase penyisihan sebesar 84%. Menurut hasil pengolahan limbah cair <em>laundry </em>dengan metode fenton yang telah dilakukan, bahwa efektivitas reaksi pada fenton dipengaruhi oleh perbandingan rasio H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>/COD dan perbandingan rasio H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>/Fe<sup>2+</sup></p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT :</strong> Currently, the usage of detergent has grown over time due to the increasing in people population and the quick expansion of businesses in residential areas, one of which is the laundry service industry. Detergent is a cleaning product with surfactants that is used in industrial, domestic, and other washing applications. High quantities of phosphate, ammonia, nitrogen, and Total Suspended Solid (TSS), as well as turbidity, Biological Oxygen Demand (BOD), and chemical oxygen demand (COD) are found in the waste water produced by laundry activities. The Fenton technique is one of the advancements of the Advance Oxidation Process (AOPs) technology. In the Fenton method, hydroxyl radical groups are created by a reaction between hydrogen peroxide (H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>) and ferrous ion Fe<sup>2+</sup> that can oxidize both organic and inorganic molecules in wastewater. According to study on laundry wastewater treatment using the Fenton technique, the highest COD removal efficiency was found at a ratio of 10:1 (g/g), with a removal percentage of 78% while the COD removal efficiency was found for the comparison of the H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>/Fe<sup>2+</sup> ratio. the greatest occurred at a 5:1 (g/g) ratio with an 84% elimination rate. In conclusion, the H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>/COD ratio and the H<sub>2</sub>O<sub>2</sub>/Fe<sup>2+</sup> ratio have an impact on how well the reaction on the Fenton works according to the results of the Fenton method used to treat the laundry wastewater.</p>2023-12-07T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110240 CANGKANG KERANG DARAH (Anadara granosa) ASAL PULAU LEMBATA-NTT SEBAGAI SUMBER KALSIUM PADA PEMBUATAN BIOMATERIAL HIDROKSIAPATIT (HAp) DENGAN METODE PRESIPITASI2023-12-08T03:46:38+00:00Yulius Dala Ngapaydalangapa@gmail.comJumilah Gagoydalangapa@gmail.com<p><strong>ABSTRAK</strong>: Kerang darah (<em>Anadara granosa</em>) merupakan sumber daya alam potensial di pulau Lembata provinsi Nusa Tenggara Timur. Penangkapan kerang darah yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan dampak negatif berupa limbah cangkang yang belum dikelola secara maksimal. Cangkang kerang darah mengandung kalsium tinggi yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai prekursor kalsium dalam sintesis hidroksiapatit (HAp). Kandungan kalisum dalam cangkang spesies ini mencapai 44,57%. Metode yang digunakan dalam sintesis HAp ini ialah metode presipitasi, dengan mereaksikan Ca(OH)<sub>2</sub> dari sampel cangkang kerang darah dan (NH<sub>4</sub>)<sub>2</sub>HPO<sub>4</sub> sebagai sumber prekursor fosfat. Berdasarkan hasil spektrum difraksi sinar–X, kristalinitas HAp yang diperoleh sebesar 90,15%. Dari analisis gugus fungsi menggunakan spektrum inframerah transformasi Fourier diperoleh gugus fungsi OH<sup>-</sup>, PO<sub>4</sub><sup>3-</sup>, dan CO<sub>3</sub><sup>2-</sup> dalam senyawa HAp. Analisis berdasarkan mikroskop elektron pemayaran menunjukkan bahwa HAp memiliki bentuk bulat yang seragam.</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT</strong>: Blood clam (<em>Anadara granosa</em>) is a potential natural resource on Lembata Island, East Nusa Tenggara province. Catching blood clams that take place throughout the year has a negative impact in the form of shell waste that has not been managed optimally. Blood clam shells contain high calcium which has the potential to be utilized as a calcium precursor in the synthesis of hydroxyapatite (HAp). The calcium content in the shells of this species reaches 44.57%. The method used in the synthesis of HAp is the precipitation method, by reacting Ca(OH)<sub>2</sub> from shell samples blood clam and (NH<sub>4</sub>)<sub>2</sub>HPO<sub>4</sub> as a source of phosphate precursor.Based on the results of the X-ray diffraction spectrum, the crystallinity of the HAp obtained was 90.15%. From the functional group analysis using the Fourier transform infrared spectrum, the functional groups OH<sup>-</sup>, PO<sub>4</sub><sup>3-</sup>, and CO<sub>3</sub><sup>2-</sup> were obtained in HAp compounds. Analysis based on scanning electron microscopy showed that HAp has a uniform spherical shape.</p>2023-12-08T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110243 MINYAK SERAI (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) HASIL ENFLEURASI DAN APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN SABUN ANTIBAKTERI DARI VIRGIN COCONUT OIL (VCO)2023-12-08T03:57:08+00:00Fadilla Oktaviaokaratnayani@unud.ac.idOka Ratnayaniokaratnayani@unud.ac.idNi Made Suanitimade_suaniti@unud.ac.id<p><strong>ABSTRAK</strong><strong>:</strong> Minyak serai dapur <em>(Cymbopogon citratus </em>(DC.<em>) </em>Stapf) merupakan salah satu minyak atsiri bersifat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri <em>Escherichia coli</em> dan <em>Staphylococcus aureus</em>. Pada pembuatan sabun padat, minyak serai dapur dapat meningkatkan sifat antibakteri pada sabun. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui karakteristik (bobot jenis dan indeks bias) dari minyak serai yang diekstraksi dengan metode enfluerensi, mutu sabun yang dihasilkan dengan penambahan minyak serai, serta aktivitas antibakteri sabun minyak serai. Sabun padat dibuat dengan 5 macam formula, masing-masing dengan konsentrasi minyak serai dapur yang berbeda yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 g per 200 g sediaan sabun. Sabun padat minyak serai kemudian diuji kualitas dan sifat antibakterinya. Minyak serai yang dihasilkan dari metode enfleurasi memiliki bau yang khas, berwarna kekuningan dan dengan rendemen sebesar 13,43%, bobot jenis sebesar 0,9209 g/mL, dan nilai indeks bias sebesar 1,459. Sabun yang dihasilkan memiliki kadar air berkisar 1,75-4,25%; kadar alkali bebas berkisar 0,08-0,10%; kadar asam lemak berkisar 0,10-0,17%; pH sabun berkisar 10,2-10,7; serta kandungan minyak mineralnya negatif, yang sesuai dengan SNI 06-3532-1994. Selain itu, sabun minyak serai memiliki aktivitas antibakteri terhadap <em>E. coli</em> pada sabun tanpa dan dengan penambahan minyak serai masing-masing adalah 11,30 mm dan 11,68-12,08 mm, sedangkan aktivtas antibakteri terhadap <em>S. aureus</em> masing-masing adalah 11,69 mm dan 13,87-14,53 mm. Hal ini menunjukkan bahwa sabun dengan penambahan minyak serai dapur mempunyai sifat antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan sabun tanpa penambahan minyak serai.</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT</strong><strong>: </strong>Lemongrass oil (<em>Cymbopogon citratus</em> (DC.) Stapf) is one of the essential oils with antibacterial properties that can inhibit the growth of <em>Escher</em><em>ich</em><em>ia coli</em> and <em>Sta</em><em>rhylococcus aureus</em> bacteria. In the manufacture of solid soap, lemongrass oil can increase the antibacterial properties of the soap. The purpose of this study was to determine the characteristics (specific gravity and refractive index) of the lemongrass oil extracted by using enfleurage method, the quality of the soap added with the lemongrass oil, as well as the antibacterial activity of the lemongrass soap produced. The solid soap were prepared with five formulas of different concentrations of lemongrass oil, namely 0, 1, 2, 3, and 4 g per 200 g preparation. The enfleurage process resulted in lemongrass oil with yellowish color and had a distinctive odor with a yield of 13.43%, specific gravity of 0.9209 g/mL, and the refractive index value of 1.459. The resulting solid soap with the addition of lemongrass oil was tested for its quality and antibacterial properties. The soap produced had the water content ranged from 1.75 to 4.25%; alkaline level from 0.08 to 0.10%; fatty acid content from 0.10 to 0.17%; the pH from 10.2 to 10.7; and the mineral oil content was negative, in accordance with the national standard of SNI 06-3532-1994. Furthermore, the soap with the addition of lemongrass oil had an antibacterial activity against <em>E. coli</em> for the soap without and with the addition lemongrass oil was 11.30 mm and 11.68-12.08 mm, respectively, while the antibacterial activity against <em>S. aerus</em> was 11.69 mm and 13.87-14.53 mm, respectively. The results showed that the soap with the addition of lemongrass oil had higher antibacterial properties than the soap without the addition of lemongrass oil.</p>2023-12-08T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110244 PENGARUH KONSENTRASI KURKUMIN TERHADAP AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN FILM SELULOSA KURKUMIN2023-12-08T04:08:45+00:00Delviana Erwita Loedewiloe697@gmail.comRisna Erni Yati Adudewiloe697@gmail.comNoviana Mery Obenudewiloe697@gmail.com<p><strong>ABSTRAK</strong>: Kerusakan daging selama penyimpanan dapat dipantau dan dicegah menggunakan kemasan pintar yang mengandung senyawa aktif antioksidan dan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kurkumin terhadap aktivitas antibakteri dan antioksidan dari film selulosa kurkumin untuk pengembangan film menjadi kemasan aktif. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan adalah metode DPPH (<em>1.1-difenil-2-pikrilhidrazil</em>), sedangkan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi kurkumin dalam film selulosa-kurkumin meningkatkan % inhibisi sebesar 43,561%. Sedangkan hasil aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi kurkumin dalam film selulosa-kurkumin meningkatkan diameter zona hambat sebesar 11,375 mm dan 13,375 mm, masing-masing terhadap <em>Escherichia coli </em>dan <em>Staphylococcus aureus</em>. Peningkatan konsentrasi kurkumin dapat meningkatkan aktivitas antibakteri dan antioksidan dari film selulosa kurkumin.</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT</strong>: Meat damage during storage can be monitored and prevented using smart packaging that contains active antioxidant and antibacterial compounds. This research aims to determine the effect of curcumin concentration on the antibacterial and antioxidant activity of curcumin cellulose films for developing films into active packaging. The method used to test antioxidant activity was the DPPH (1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) method, while the antibacterial activity test used the disc diffusion method. The results showed that increasing the concentration of curcumin in the cellulose-curcumin film increased the % inhibition by 43.561%. Meanwhile, the results of antibacterial activity showed that increasing the concentration of curcumin in the cellulose-curcumin film increased the diameter of the inhibition zone by 11.375 mm and 13.375 mm, respectively against Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Increasing the concentration of curcumin can increase the antibacterial and antioxidant activity of curcumin cellulose films.</p>2023-12-08T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unud.ac.id/index.php/cakra/article/view/110410 KAJIAN KADAR TIMBAL (Pb) DARAH DAN PROFIL DARAH PADA PEKERJA BENGKEL DI BANJAR KARANGSARI KARANGASEM-BALI2023-12-12T06:24:40+00:00Nyoman Sudarmasudarmanyoman@stikeswiramedika.ac.idNi Wayan Desi Bintarisudarmanyoman@stikeswiramedika.ac.id<p><strong>ABSTRAK</strong>: Timbal (Pb) adalah salah satu logam berat yang terdapat di udara yang berasal emisi gas buangan kendaraan bermotor yang berbahan bakar minyak yang tercampur dengan timbal (Pb). Salah satu pekerjaan yang terkena paparan timbal cukup besar adalah pekerja bengkel, proses pekerjaan yang berpaparan langsung dengan timbal yang berasal dari emisi gas buangan kendaraan bermotor yang kemungkinan terhirup melalui hidung ataupun menempel pada jaringan kulit serta pada rambut pekerja bengkel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar timbal darah serta profil darah pekerja bengkel di Banjar Karangsari. Penelitian ini menggunakan 9 sampel darah responden yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kadar timbal darah diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AA-7000 dan profil darah diukur dengan <em>Hematology Analyzer</em> Mindray bc 2800. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kadar timbal dalam darah adalah 0,63 ppm. Seluruh responden memiliki kadar timbal darah melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu 0,1-0,25 ppm. Profil darah diperoleh jumlah sel darah putih (WBC) rata-rata sebesar 7.15×10<sup>3</sup>/µL, jumlah sel darah merah (RBC) rata-rata sebesar 4,92×10<sup>6</sup>/µL dan jumlah hemoglobin (HGB) rata-rata 15,87 g/Dl. Nilai sel darah putih, sel darah merah, dan hemoglobin masih dalam nilai normal. <em>Red Blood Cell Distribution Width</em> <em>Standart Deviasi</em> (RDW-SD) diperoleh rata-rata 50.68 µm/L atau dalam kategori tinggi. RDW yang meningkat dapat mengindikasikan terjadinya jenis anemia seperti anemia defisiensi besi. Implikasi klinis terhadap peningkatan RDW adalah terjadi anemia makrositik dan dalam penelitian ini diperoleh 33,3% responden terindikasi makrositosis.</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT</strong>: Lead (Pb) is one of the heavy metals found in the air from exhaust gas emissions from motorized vehicles fueled with oil mixed with lead (Pb). One of the occupations that are exposed to large amounts of lead exposure is workshop workers, the work process of which is directly exposed to lead from motor vehicle exhaust emissions that may be inhaled through the nose or attached to the skin tissue and hair of workshop workers. This study aims to analyze blood lead levels and blood profiles of workshop workers in Banjar Karangsari, Karangasem Region in Bali. This study used 9 respondents' blood samples that met the inclusion criteria. Blood lead levels were measured using a Shimadzu AA-7000 Atomic Absorption Spectrophotometer and blood profiles were measured using a Mindray bc 2800 Hematology Analyzer. Based on the results, the average blood lead level was 0.63 ppm. All respondents had blood lead levels exceeding the permissible threshold of 0.1-0.25 ppm. The blood profile obtained an average white blood cell count (WBC) of 7.15×103/µL, an average red blood cell count (RBC) of 4.92×106/µL, and an average hemoglobin (HGB) count of 15.87 g/Dl. The white blood cells, red blood cells, and hemoglobin values are still within normal values. Red Blood Cell Distribution Width Standard Deviation (RDW-SD) obtained an average of 50.68 m/L or in the high category. An elevated RDW may indicate a type of anemia such as iron deficiency anemia. The clinical implication of increasing RDW is macrocytic anemia and based on this study 33.3% of respondents were indicating of macrocytosis.</p>2023-12-08T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##